Sabtu, 27 Agustus 2016

Karma Circle part 9


Helena mulai merasa aneh dengan dirinya yang begitu menikmati kewajibannya sebagai ibu rumah tangga.

Menyiapkan pakaian Arthur sebelum Arthur selesai mandi, menyiapkan sarapan dan makan malam kemudian dengan setia menunggu Arthur pulang dari kantornya.

Helena menatap pantulan dirinya di cermin ruang tengah. Eksperesinya menunjukkan kekhawatiran dan rasa panik.

Dia terus mondar mandir didepan pintu. matanya berulang ulang melirik jam dinding yang menunjukkan pukul satu dini hari dan Arthur belum juga menunjukkan batang hidungnya.

Helena berkali kali memaki dirinya sendiri karna begitu mengkhawatirkan suaminya yang Nerd.

"Bisa saja dia tersesat dijalan, bukankah jalan jalan di Madrid begitu membingungkan atau bisa saja dia kehilangan mobilnya?!" jerit Helena panik.

"Dilihat dari kecerobohan dan kebodohannya itu bisa saja terjadi. dengan penampilannya yang terlihat tua, orang orang mungkin mengira dia salah satu pasien panti jompo yang lepas!"

Helena menggigit ibu jarinya. pikirannya terus berkecamuk, memikirkan hal hal buruk terjadi pada Arthur.

Setelah Lima hari mereka berada di Spanyol, Arthur tidak pernah terlambat pulang. kalaupun Ia lembur, Ia selalu sampai di apartemen pukul 11 malam.

Helena menatap layar handphonenya yang tidak bergeming sedikitpun. Helena kembali menekan speed dial nomor satu.

"Kemana dirimu, Nerd!" hardik Helena ketika tidak ada jawaban sama sekali dari panggilannya. ini sudah puluhan kalinya Ia menelpon Arthur, mencoba mencari keberadaannya tapi tidak ada sahutan sama sekali darinya.

"Arrrgghh!!"

Helena mengacak acak rambutnya. dia begitu merasa bodoh dengan rasa cemas yang menghantuinya.

"Sadarlah Helena! sejak kapan kau begitu peduli pada makhluk langka itu?!"

Helena menepuk kedua pipinya berusaha menyadarkan dirinya dari tingkah bodohnya dengan kesal melangkah kekamar.

Meredam semua bentuk emosi yang mengaduk aduk Perasaannya. Helena membaringkan tubuhnya diatas ranjang.

Mencoba menutup matanya dan pura pura tidak mengkhawatirkan suaminya. Semua perasaan khawatir dan panik membuat tubuhnya begitu lelah, saat tubuhnya mulai merileks diatas ranjang, Ia pun tertidur.

Beberapa jam kemudian Arthur muncul dengan wajah lelah. berjalan sempoyongan menuju kamarnya. Berkas berkas yang menumpuk tidak bisa diajak untuk berkompromi lagi dan harus diselesaikan secepatnya.

Arthur dan beberapa rekannya terpaksa lembur tanpa ada jeda untuk mengistirahatkan tubuhnya yang sudah berada diambang batas kelelahan.

Langkahnya terhenti saat melihat wajah Helena yang terlihat damai dalam tidurnya. Ia mendesah, lupa memberikan kabar keterlambatannya pada istrinya.

Sembari terus menatap helena, ia melepaskan semua atribut yang dipakainya.

Menyisakan kemeja dan celana panjangnya. tubuhnya yang begitu lelah dan lemah tak sanggup lagi untuk melepaskan pakaiannya yang tersisa.

Ia pun beranjak menuju ranjang tepat disebelah Helena. memasukkan sebelah lengannya ke relung leher Helena. menyandarkan kepala istrinya di lengannya kemudian merapatkan tubuh mereka.

Arthur menyukai hal ini, menikmati pelukan antara dia dan istrinya. selalu seperti ini saat Helena sudah jatuh tertidur dia mulai merapatkan tubuh mereka dan mendekapnya yang kemudian akan direspons oleh Helena tanpa Ia sadari.

Kedua tangannya akan mulai bergerak menyusuri tubuh Arthur dan membalas pelukannya. Dahinya akan bersandar di dagu Arthur, hidungnya mulai mengendus leher Arthur.

Iya, Arthur merasa begitu nyaman saat ini. diatas tempat tidur didalam dekapan istrinya. Ia pun mulai tertidur.

***

Helena berkeringat dalam tidurnya. hawa panas mulai merambat dari benda yang sekarang berada dalam dekapannya.

Merasa gerah, Helenapun membuka matanya. kemeja Arthur yang berbaring disampingnya basah oleh keringat. Sulur Sulur keringat mengalir dari dahinya.

Helena bergerak bangun, panik melandanya saat mendengar lenguhan sakit dari Arthur.

Dia menangkupkan tangannya didahi Arthur, mengukur suhunya. panas membara menyengat kulit tangannya.

"Oh, my god."

Helena bergegas turun menuju kamar mandi. dimana kotak p3k berada. setelah menemukan termometer digital Helena kembali kekamar.

Helena menaruh ujungnya di telinga kanan Arthur. angka mulai bergerak hingga berhenti di angka 38 derjat Celcius.

"Oh god, kau demam. apa yang harus aku lakukan?" ujar Helena panik. dia tidak pernah merawat orang sakit sebelumnya. bahkan neneknya dulu meninggal tanpa Helena sempat merawatnya.

Benda dingin merayap ke pergelangan tangannya. Helena bergidik saat merasakan hawa dingin dari tangan Arthur yang pucat.

"Dingin..." Bisiknya lirih.

"Apa?" Helena mendekatkan telinganya.

"Dingin." bisiknya lagi.

"Kau kedinginan? padahal badanmu begitu panas." ujarnya sembari mengeratkan selimut di sekeliling tubuh Arthur yang mulai menggigil.

Helena mengambil handphonenya dan menekan nomor Julie, ibu Joanna yang sekarang menjadi kakak iparnya.

Julie adalah mantan perawat dirumah sakit daerah, di mana tempat suaminya bekerja sebagai dokter.

"Halo, Helena? apa kabarmu sayang? bagaimana Spanyol? kalian berdua baik baik sajakan?" rentetan pertanyaan muncul saat Julie baru mengangkat panggilan darinya.

Helena terkekeh dengan sedikit gugup. "halo juga Julie, kabarku baik baik saja dan Spanyol tidak jauh beda dengan disana. udara disini masih aman untuk dihirup." terdengar kekehan dari seberang sana. "sayangnya, Arthur tidak dalam keadaan baik karna itu aku menelponmu."

"Apa yang terjadi dengannya. jangan katakan padaku dia sedang sakit karna lembur bekerja?"

"Ck.. begitulah Julie. kau mengenalnya dengan baik. aku benar benar bingung sekarang. badannya sangat panas tapi tangannya begitu dingin."

"tenang sayang. pertama tama kau harus mengganti bajunya yang basah dengan pakaian yang lebih kering. kemudian kompres dahinya dengan air es. Beri dia air minum untuk meredakan panas dari dalam. aku akan menelpon geo untuk menemani kalian."

"Oke. thanks Julie."

"Sama sama sayang.. oh satu hal lagi, Arthur akan menjadi sangat menjengkelkan saat sakit. jadi bersabarlah."

***

Arthur masih tertidur dengan wajah mengernyit kesakitan. Helena menjauhkan selimut dari tubuh Arthur. tangannya mulai membuka kancing kemeja Arthur.

"Arthur, bisakah kau bergerak kekanan? aku perlu melepaskan kemeja basah ini dari tubuhmu." bisik Helena membangunkan Arthur yang mulai mengerjap mencari sumber suara.

Saat mata hijau cemerlangnya menatap kearah Helena yang tampak iba, Ia pun menggeleng.

"Sakit.." bisiknya.

"Aku tahu. tapi kau akan cepat sembuh saat baju ini lepas dari tubuhmu."

"Aku sakit.. yang kubutuhkan obat.. bukan ditelanjangi... ugh, sakit." ucapnya. Helena menggeleng, disaat seperti ini dia masih bisa memberikan argumen yang membuat mereka ujung ujungnya akan bertengkar.

"Jangan berdebat lagi. cepat berguling kekanan." Helena mendorong tubuh Arthur kekanan.

"Dasar Miss bossy."

"Sorry? What? kau memanggilku Miss bossy?"

Arthur kembali terdiam. suara napasnya mulai teratur. menandakan Ia tertidur lagi.

"Nerd." ucapnya sembari melepaskan kemeja Arthur. kemudian melepaskan T-Shirt putih didalamnya yang sudah basah kuyup.

Ia pun memeras kain yang sudah direndam dengan air hangat. mulai membasuh leher Arthur, saat kain menyentuh kulitnya Arthur mulai mendesah.

Mata Helena berkeliaran menatap tubuh atas Arthur yang telanjang. melihat dadanya yang bidang dan ditumbuhi sedikit bulu yang turun keperutnya yang datar kemudian menghilang diantara karet celana boxernya.

Helena meneguk ludahnya. berusaha menghilangkan rasa kering ditenggorokannya. hawa panas yang menguar dari tubuh Arthur membuatnya mulai berkeringat.

Kain yang sudah dibasahinya mulai merayap turun menuju dada Arthur menyusuri bulu bulu pirang tipis hingga keperutnya. Tanpa sadar jari jarinya mulai merasakan kulit Arthur.

Helena cepat cepat menjauhkan tangannya ketika mendengar lenguhan Arthur. Helena memaki dirinya karna berhasil dikuasai gairah yang entah dari mana munculnya.

"Sadarlah Helena! dia si Nerd. Tidak ada yang perlu kau kagumi dari tubuhnya. dirimu pernah berhubungan dengan laki laki yang lebih seksi dan punya eight pack!"

Helena menggigit bibir bawahnya dan kembali melap tubuh Arthur. Helena membasuh lengan Arthur. bicep tampak terbentuk disana. sekali lagi tangan tangan Helena turun menyentuh lengan Arthur.

Tak menyangka, Nerd memiliki Otot. apa dia hanya membentuk otot bicepnya saja? Dengan lengan kekar, dia bisa mengangkat wanita ke ranjangnya.

Pikir Helena, kemudian tersadar kembali. Ia buru buru membasuh seluruh tubuh Arthur dan memakaikannya pakaian yang kering.

Menutupi seluruh tubuh Arthur dengan selimut dan kembali kedapur. menjauh dari Arthur yang tidak berdaya adalah jalan terbaik. Ia takut sisi pemangsanya muncul dan mulai memakan Arthur bulat bulat.

***

"Dia hanya demam" ujar Dr. Geovany setelah memeriksa keadaan Arthur yang kini sepenuhnya terjaga.

"Bukankah sudah kukatakan berulang kali, kau harus tahu batas tubuhmu sendiri Artie. jangan memaksakan tubuhmu untuk terus bekerja. beginilah yang terjadi." Dr Geovany mulai mengemasi barang barangnya.

"Ya, geo." sahut Arthur diatas tempat tidurnya.

"Apa yang harus kulakukan?" tanya Helena.

Dr. Geovany tersenyum padanya. "beri dia makan kemudian obat dan jangan perbolehkan dia bekerja dulu beberapa hari ini. dia butuh beristirahat penuh."

Helena menaikkan sebelah alisnya menantang Arthur yang mulai mengeluh karna tidak boleh bekerja.

"Tapi bukankah seharusnya dia menjauh dariku?" tanya Arthur pada Dr. Geovany yang kini bingung.

"Kenapa dia harus menjauh? dia istrimu, seharusnya dia berada disampingmu untuk menjaga dirimu yang bebal."

"Dia hamil. aku takut kiddo akan tertular."

"Kau hamil?" tanya Dr. Geovany terperanjat mendengar berita dari bibir Arthur.

Dengan pipinya yang memerah dan wajah sedikit kesal terhadap mulut ember Arthur, Helena pun mengangguk.

"Berapa usia kehamilanmu?"

"Hmm.. lima.. ah enam minggu.." jawab Helena ragu ragu.

"Apa kau sudah pernah memeriksakannya ke dokter kandungan?"

"Eh...Belum."

Dr. Geovany menyentuh pundak Helena dan berbalik menatap Arthur. "saat kau sudah sembuh bawa dia kerumah sakitku. kita perlu memeriksa kandungannya."

"Kenapa? apakah ada masalah dengan kiddo?" Helena mulai berdecak kesal saat Arthur menyebut janin yang didalam perutnya dengan nama kiddo.

"Mudah mudahan tidak apa-apa. tapi kita harus memeriksanya agar tidak terjadi yang tidak di inginkan. kalau begitu aku pamit dulu. ingat pesanku Arthur, perbanyak istirahat."

Helena pun mengantar Dr. Geovany sampai pintu depan. kembali kekamar dengan nampan berisi makanan diatasnya.

"Ayo, kau harus makan." ucap Helena sembari meletakkan nampan diatas meja nakas.

Arthur menggeleng dengan wajah yang meringis. "aku sakit Helena."

"Ya, aku tahu. kalau kau ingin sembuh kau harus makan."

"Tanganku sangat lemah untuk memegang sendok. kau lihat?" Arthur menaikkan tangannya yang gemetar.

Helena memutar bola matanya melihat akting Arthur. "terus bagaimana?"

Arthur membuka mulutnya, membuat Helena melotot padanya kemudian berdecak kesal. "kau menyuruhku menyuapimu?!"

Arthur mengangguk kembali membuka mulutnya lebar lebar. dengan geram Helena menyendok nasi yang sudah diberi kuah sup sebanyak banyaknya. menyuapkan ke mulut Arthur dengan kasar.

"Bau membuab bu mabin sabit!" hardik Arthur dengan mulut penuh makanan.

"Makan saja, jangan banyak protes." Helena kembali menyuapkan Arthur.

***

"Kenapa kau tidak katakan padaku kalau kau belum memeriksakan kiddo?" tanya Arthur yang berbaring miring menatap Helena yang telentang disampingnya.

"Dia masih belum bisa untuk dilihat saat itu karna usia janinku masih dini. ..." alis Arthur terpaut saat mendengar kalimat yang tergantung.

"Dan?" tanya Arthur pada Helena yang kini duduk menyandarkan punggungnya di kepala ranjang. matanya menerawang menatap pintu kamar mandi.

"Aku takut dengan rumah sakit." jawabnya lirih.

"Kau takut dengan rumah sakit?" Helena mengangguk. "kenapa?"

Helena menaikkan bahunya. "entahlah. aku juga tidak tahu. aku hanya merasa mual dan panik saat berada di tempat berdinding putih itu."

"Nerd." ucap Arthur sembari tersenyum manis pada Helena yang kini menyipitkan matanya kesal.

Arthur bergerak dan memeluk perut Helena. membuat Helena terkejut.

"Apa yang kau lakukan!"

"Hoaahmm.. aku merasa mengantuk."

"Lalu kenapa kau memelukku!"

"Sssshhh... jangan bergerak Helena. kau membuat kepalaku pusing. aku ingin tidur disebelah kiddo." tangan Arthur mengelus perut Helena.

"Ketika Daddy sembuh kita akan kerumah sakit memeriksakanmu. kalau mommy tidak mau. Daddy akan membopongnya seperti karung beras dan membawanya kesana."

"What!"

"Good night, kiddo." Helena mendengus ketika mendengar sapaan Arthur untuk kesekian kalinya pada anak mereka.

"Good night, mommy." ucap Arthur lirih saat perlahan lahan kesadaran mulai menghilang.

***

Mereka kini duduk di sofa ruang tengah. Sebelah tangan Arthur arthur merangkul pundak helena yang bergetar tangannya yang lain terus menggenggam tangan Helena yang menggenggam erat sebuah foto.

Air mata masih menggenangi matanya. air mata bahagia yang terus mengalir saat pertama kalinya mereka mendengar detak jantung yang sehat dari alat USG.

Mereka baru saja selesai memeriksakan kandungan di rumah sakit tempat Dr. Geovany bekerja. Dr. Geovany menyatakan kandungan Helena mulai masuk usia tujuh minggu dan kandungannya sangat sehat, terdengar dari suara detak jantung yang kuat.

Bukan hanya Helena yang menangis tapi Arthur juga ikut meneteskan air mata saat mendengar suara detak jantung kiddo.

"Kau dengar?" tanya Helena sembari menatap bulatan sebesar jeruk yang tampak mengambang didalam foto hitam putih.

"Ya. detak jantungnya sangat kuat. saat dia lahir dia pasti akan jadi bayi yang sehat."

"Dia seperti berbicara kau tahu. 'aku disini. aku nyata, aku adalah bagian dari kalian'." jawab Helena dengan bibir bergetar.

Arthur mengecup pelipis Helena, menatap mata Helena yang berair. "Ya, kiddo ada disini. dia benar benar ada disini. Terima kasih untukmu."

"Aku sangat bahagia saat mendengar detak jantungnya. Pusat dunia ku sekarang ada disini." ucap Helena sembari meletakkan tangannya diperut.

"Aku juga." jawab Arthur. mendekap punggung tangan Helena.

Mereka saling menatap, rasa haru, senang dan bahagia bercampur dalam tatapan mereka. Arthur mengecup sudut mata Helena yang basah.

Menatap Helena kemudian mengecup pipinya. Helena memejamkan matanya saat Arthur mencecap bibir bawahnya.

Arthur melepaskan bibir bawah Helena. saat Helena membuka mata tampak mata hijau terang yang dihalangi kacamata kuno menatapnya mencari penolakan.

Helena memutar tangannya hingga kini jari jari mereka terkait. tanda persetujuannya. Arthurpun kembali memanggur bibir Helena. meresap dan mencecapnya.

Helena merespon dan membalas pagutan Arthur. bibir mereka saling mencari, sesekali menggigit.

Lidah Arthur masuk mencari lidah Helena yang liat. Helena mulai bergerak naik keatas pangkuan Arthur yang menyandar di punggung sofa.

Tangannya sibuk menjambak rambut Arthur yang larut dalam permainan lidah Helena.

Helena mengerang saat lidah Arthur mengelus langit langit mulutnya. lidahnya tak mau kalah menggoda lidah Arthur. keluar masuk dengan gerakan sensual.

Tangan Arthur menopang punggung Helena tangannya yang lain naik turun di paha Helena yang mengangkangi tubuhnya.

Hawa nafsu mulai menggerayangi mereka. tekanan seksual yang selama ini berusaha dikunci rapat rapat kini mulai mengalir dengan deras seperti air keran yang terbuka.

Tangan Helena mulai turun melepaskan kancing kancing kemeja Arthur tanpa melepaskan lidah mereka yang terjalin.

Tangan Arthur sendiri sudah masuk kedalam tshirt Helena merasakan kulit punggungnya yang halus. Mulai merambat menyentuh payudaranya yang ditutupi bra berenda.

Helena menjerit melepaskan ciuman mereka ketika Arthur meremasnya.

"Maaf, aku kasar." ucap Arthur dengan napas tersengal.

"Hmm.. bukan salahmu. hanya saja payudaraku menjadi sensitif semenjak mengandung." jawab Helena sembari menggigit telinga Arthur.

"Okey, aku tidak akan meremasnya dengan kuat. eee..."

"Kenapa?" tanya Helena menatap Arthur yang kini menatap lekat payudaranya yang sudah keluar dari bra.

"Saat aku memainkan putingmu seperti ini." ucap arthur, kedua tangannya mencubit kecil kedua puting Helena membuat Helena mengerang. "air susu tidak akan keluarkan?"

Mata hijaunya tampak polos saat bertanya. Helena terkekeh kemudian kembali mengecup bibir Arthur.

"Tidak. air susu akan keluar saat bayinya juga sudah keluar."

"Berarti saat aku melakukan ini sekarang .." Arthur menghisap puting Helena tiba tiba. Helena hanya bisa mendesah dan mengerang. "air susu tidak akan keluar?"

Helena menggeleng frustrasi. Kemudian menjambak rambut Arthur. "tidak."

Merekapun kembali berciuman, kali ini lebih panas dan lebih membutuhkan dari sebelumnya.

Ting tong.

Arthur menggerakkan lidahnya dengan gerakan sensual menggoda lidah Helena.

Ting tong

"Kau dengar itu?" tanya Helena melepaskan pagutan mereka.

"Aku tidak mendengar apa apa." jawab Arthur sembari membenamkan kepalanya dikulit payudara Helena.

Ting tong

"Ada yang datang Arthur."

Arthur tidak menjawab mulutnya sibuk mengkulum puting Helena.

Ting tong

"Menjauhlah."

Helena melepaskan pelukan Arthur dan memperbaiki letak pakaiannya. mengabaikan keluhan Arthur kemudian beranjak membuka pintu depan.

Matanya melotot menatap makhluk cantik yang tidak asing berdiri didepannya dengan wajah tersenyum.

"Hai, Artie ada?"

Helena hanya diam tidak menjawab. tubuhnya seketika kaku teringat akan kemesraan Arthur dan wanita didepannya saat ulang tahun Julie.

"Rachel?" ucap Arthur yang kini berdiri dibelakang Helena.

________________________

Helena menyipit, memandang pantulan suaminya dan wanita berparas cantik dan anggun yang duduk disampingnya, Rachel. mereka berdua sedang asik bercengkrama dibelakangnya.

Helena mendengus untuk kesekian kalinya saat melihat tawa bahagia yang memuakkan dari Arthur ditambah sentuhan sentuhan yang dilayangkan wanita itu pada lengan suaminya.

Dengusan Helena semakin menjadi, Ia hanya bersyukur hidungnya tidak mengeluarkan api.

Kalau iya, tidak akan ada lagi yang tersisa dari mereka.

Dalam hati Helena sibuk mengutuk dan mengeluarkan sumpah serapah yang paling kotor diantara yang kotor untuk menggambarkan kejengkelannya terhadap dua sejoli yang tidak tahu malu.

Berani beraninya dia didepan mataku!!

***

"Kau yakin sudah sembuh?" tanya Rachel sembari menyentuh dahinya, mencoba mengukur suhu tubuh Arthur.

Tanpa mereka sadari ada suara geraman kecil disudut ruangan. Geraman yang berasal dari dasar tenggorokan Helena.

Kain ditangannya kini tampak merenggang karna Ia tarik sekuat tenaga.

"Hanya sedikit pusing tapi selebihnya aku baik baik saja." jawab Arthur.

Rachel memandang Helena kemudian menyipit menatap Arthur. "Kenapa kau tidak pernah mengabari kami, kalau kau sudah menikah?" tanya Rachel dengan raut muka kesal.

Mereka duduk bersebelahan didepan mini bar. mengobrol sembari menikmati segelas ice tea yang dibuat Helena yang kini tampak sibuk menatap lemari kaca, membelakangi mereka.

"Sengaja. aku ingin memberikan kejutan untuk kalian." Ucap Arthur. matanya terus lekat memandangi punggungnya Helena. senyum mengembang di wajahnya.

"Dan pestanya? kau tidak mengadakan pesta?" sengit Rachel.

Arthur menaikkan kedua bahunya. "Pesta hanya membuang buang waktu. tanpa pesta kami juga sudah sah sebagai suami dan istri."

"Kau memang tidak pernah berubah. Kasihan istrimu. dia punya hak untuk memperkenalkan diri pada teman dan kolegamu." ujar Rachel masih dengan raut wajah kesalnya.

"Hei, jangan salahkan aku. ini juga idenya Helena." Jawab Arthur dengan dagu terangkat menunjuk punggung istrinya yang benar benar sibuk membersihkan lemari kaca.

'Sejak kapan dia memiliki penyakit OCD?' pikir Arthur saat melihat istrinya sibuk membersihkan noda ditempat yang sama terus menerus.

"aku benar benar tidak menyangka. kau, Artie si 'anti komitmen' akhirnya menikah juga."

Rachel memutar kepalanya mengikuti pandangan Arthur. "dengan Helena? Helena 'the little grumple witch' bukankah kau menyebutnya begitu?" tanya Rachel penasaran. sedangkan Arthur lagi lagi hanya mengangkat bahu sambil tersenyum.

"jalan takdir adalah sebuah misteri." Ucapnya dengan senyum sejuta arti.

Ya, permainan takdir yang dijalaninya sekarang sungguh sungguh membingungkan. semalam dia masih sibuk dengan kegiatan bujangannya dan esoknya dia sudah memiliki istri dan calon bayi.

Semalam dia masih sibuk bertengkar dengan seorang wanita gila dan sekarang wanita gila itu menjadi istrinya.

Wanita gila yang membangkitkan gairahnya.

Arthur menatap punggung kaku Helena yang kini terbungkus kemeja putih besar yang menjuntai menutupi hot pants denimnya.

Kaki jenjangnya yang polos begitu menggoda imannya. Arthur menggigit bibirnya saat memikirkan apa yang bisa dilakukan lidahnya di kulit mulus kecoklatan Helena.

Oh, god! aku mengeras seperti batu.

Arthur berusaha sekuat tenaga mengendalikan diri didepan Rachel dan dari dasar hati yang paling dalam berharap temannya itu pulang sehingga dia bisa menyalurkan hasratnya.

Arthur hanya terus tersenyum setiap Rachel berbicara kalimat demi kalimat. pikirannya sendiri sudah sibuk memikirkan cara memberikan kepuasan pada dirinya dan istrinya.

Kegiatan yang banyak menggunakan jilatan dan erangan.

Yeah, baby!

****

Helena masuk kedalam kamar dan menguncinya setelah Rachel pamit pergi untuk mengurus beberapa urusan dan si Nerd Artie menawarkan dirinya untuk menghantar Rachel hingga lobby apartemen.

Tak menyadari sedikitpun kejengkelan yang melanda seluruh tubuh Helena.

Merasa perlu membalas perlakuan Arthur, Helena pun berinisiatif untuk membiarkan Arthur tidur di sofa malam ini.

Helena sudah bersiap siap masuk kedalam selimut saat terdengar kenop pintu diputar, kemudian disusul gedoran dari luar.

"Helena. kenapa kau mengunci pintunya?" tanya arthur. Helena hanya mendengus dan kembali berbaring diatas tempat tidur.

"Hei, buka pintunya. aku juga ingin tidur!" teriak Arthur dan lagi lagi tidak ada tanggapan dari Helena.

"Helena? seriously, open the door!" teriak Arthur frustrasi yang terus menggedor pintu kamar.

Gedoran tiba tiba berhenti, berganti dengan nada dering dari ponsel Helena. nama 'idiot Artie' terpampang dilayar.

"Jawab panggilanku Helena!" teriak Arthur.

"Helena, kau kenapa?! apa kau sakit?!" teriak Arthur lagi. rasa khawatir terdengar dari suaranya.

"Please.. Helena jawab." ucap Arthur.

Helena menggigit bibirnya saat mendengar suara Arthur bergetar. terdengar begitu khawatir dan cemas terhadapnya.

Helena mengelus layar ponselnya dan menjawab panggilan Arthur.

"Helena! helena, whats wrong?" Tanya Arthur.

"Malam ini aku ingin tidur sendiri." jawab Helena dingin.

"What??"

"Selimut dan bantal sudah kusediakan disofa untukmu." -klik

Helena langsung memutuskan panggilan. Ia takut semakin banyak Arthur diberi kesempatan bicara maka Hatinya juga ikut luluh sehingga Arthur akan menang.

"Helena, jangan bercanda! kenapa... kenapa kau... Ciuman itu, sentuhan itu untuk apa!" Arthur tidak tahu harus berkata apa lagi. sekejap dia memberikan sedikit kenikmatan kemudian meninggalkannya dengan hasrat yang menggantung begitu saja.

Ponsel Arthur bergetar. satu pesan masuk muncul dilayar ponselnya. kemarahan dan kekesalan memuncak menuju ubun ubunnya saat membaca pesan singkat dari Helena.

'Jangan salahkan aku untuk tekanan seksual yang tidak bisa kau tahan, old man'

Arthur melangkah menjauh dari pintu kamar dengan mulut yang terus meracau menuju sofa.

Takdir memang sebuah misteri. baru saja Ia menginjak surga ternyata malah jatuh terjerembat ke lubang neraka.

Permainan takdir yang membuatnya menikahi wanita keji seperti Helena Morrison.

***

Helena terbangun dari tidurnya. begitu terkejut melihat sepasang mata hijau itu menatap matanya lekat penuh amarah.

"Apa maksudnya?" tanya Arthur.

Helena bergerak menjauh dari jangkauan tubuh Arthur. pikirannya begitu kacau, berusaha memikirkan bagaimana dirinya bisa bangun diatas tubuh Arthur.

"Kau mengatakan ingin tidur sendiri malam ini dan mengusirku dari kamarku sendiri.." Arthur menekan kata perkata, membuat bulu kuduk Helena berdiri. "dan.. kau malah tidur diatas tubuhku yang berbaring tidak nyaman diatas sofa. aku bahkan belum sembuh total.."

Arthur menekan pelipisnya, berpura pura tampak sakit didepan Helena yang salah tingkah.

"Sebenarnya apa masalahmu?" tanya Arthur.

Helena menggigit bibirnya. dia sendiri bahkan tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya.

"Aku sama sekali tidak tahu kenapa aku bisa tidur diatas tubuhmu. aku hanya bermimpi aku berjalan menuju kasur yang empuk" tukas Helena.

Sebelah alis Arthur naik, menyelidik Helena yang mulai merasa gerah. Ia pun bergegas kembali kedalam kamar. Tapi Arthur menahan pergelangan tangannya.

"Maksudmu, kau menggigau. Berjalan sambil tidur kearahku?"

Helena mengangguk.

"Bukankah itu berarti alam bawah sadarmu mencariku atau lebih tepatnya kiddo yang mencariku." alis Arthur bergerak gerak, membuat Helena mengernyit tidak suka. senyum licik terpasang diwajahnya.

Helena merasakan aura intimidasi menguar dari tubuh Arthur. tanpa sadar Ia mundur dan Arthur dengan langkah lambat maju mendekatinya.

Seperti seekor macan yang melihat mangsanya dari kejauhan. perlahan lahan semakin mendekat kearah mangsa. penuh perhitungan mengincar mangsanya.

Saat Helena tersadar, Ia bergegas menuju kamar. saat Ia akan menutup pintu, tangan Arthur muncul menahan pintu agar tetap terbuka.

"Lepaskan tanganmu dari pintu." geram Helena. punggungnya bersandar dibalik pintu, sekuat tenaga membuat pintu tertutup.

"Tidak. kau yang harus menjauh dari pintu." ujar Arthur berusaha melawan Helena.

"Aku ingin kau keluar!"

"Tidak untuk hari ini beb, malam ini aku ingin tidur diatas tempat tidurku di kamarku dengan kiddo didekatku." Jawab Arthur cepat. "Menyerahlah." geram Arthur sambil terus mendorong pintu untuk terbuka.

"Tidak akan!"

Kaki Helena terus terseret menjauh. semakin berusaha dia menutup pintu semakin kuat pula dinding yang menghalanginya.

"Aaa!!!" Helena berteriak saat Ia mulai terjepit antara dinding dan pintu yang kini terbuka lebar.

Arthur masuk dengan senyum yang penuh kemenangan menarik lengan Helena menjauh dari pintu.

Pintu dibantingnya hingga menutup. sebelum Helena bisa berkedip tubuhnya sudah dihempas keatas kasur.

Saat Ia akan bangkit tubuh besar Arthur sudah menghimpitnya. kedua tangan Arthur membekap tubuh Helena sehingga menempel ditubuh Arthur.

Helena meronta, tangan dan kakinya terus bergerak untuk membuat tubuh besar Arthur menjauh.

Tapi perlawanan Helena sia sia. semakin dia melawan semakin Arthur melilit tubuh Helena dengan tubuhnya.

"Lepaskan! Nerd!!" Arthur tak bergeming sama sekali. senyum menghias wajahnya saat menatap mata Helena yang penuh amarah.

"Lepaskan atau aku akan berteriak sekuat kuatnya sampai seluruh penghuni apartemen datang kesini!"
Bentak Helena tapi Arthur sama sekali tidak bergeming.

"Oke! aku akan berteriak.. to-!"

Arthur membekap mulut Helena dengan bibirnya. Bahkan Helena tidak sempat menutup matanya karna gerakan tiba tiba Arthur.

Helena ingin memberontak tapi cecapan dan gigitan Arthur pada bibir bawahnya membuat Helena mulai dikuasai gairah yang tadi siang sempat tertunda.

Arthur dengan lembut merangsang Helena dengan kecupan kecupannya kemudian menggigit bibir Helena.

Bahkan lidahnya mulai masuk kedalam mulut Helena. merasai setiap sudut mulut Helena.

Lidahnya bergerak dan menggoda lidah Helena untuk turut andil dalam pergolakan hasrat yang kini mulai muncul diantara mereka.

Seakan mengiyakan ajakan Arthur lidah Helena bergerak mengait lidahnya. saling membelai dan meresapi.

Kedua tangan Helena terkepal didada Arthur. sedangkan tangan Arthur mengusap usap punggung Helena.

Hanya sebuah ciuman tapi hasrat dan gairah diantara mereka langsung muncul, bagaikan sebatang korek api yang jatuh ke tumpukan minyak yang dalam sepersekian detik memunculkan kebakaran yang tidak dapat dipadamkan.

Kesadaran yang dimiliki Arthur perlahan lahan mulai terbang dan melambung menuju langit ketujuh. Tapi logikanya masih kuat bertahan.

Logikanya bekerja dengan cepat memikirkan akibat yang timbul apabila kegiatan ini terus dilanjutkan.

1. Kalau mereka berhubungan badan. hubungan nyaman yang mereka miliki sekarang akan rusak.

2. Saat kiddo lahir, urusan perceraian akan menjadi sulit karna adanya persetubuhan didalamnya-apalagi kalau dia yang ketagihan(sudah bisa dipastikan)

3. Perlu adanya perubahan kontrak nikah. mereka melakukan persetubuhan tapi tidak melibatkan kesepakatan mereka yang lama.

4. Malam ini bukanlah malam yang tepat.

Arthur mencium Helena dengan kasar sebelum melepaskannya. Helena yang masih dikuasai gairah merasa linglung saat Arthur melepaskan ciuman mereka.

Arthur semakin erat membekap tubuh Helena. dagunya bersandar di puncak kepala Helena. memikirkan pasal pasal pada peraturan pajak. berusaha meredam nafsu gairahnya.

"Tidurlah." ucap Arthur pelan. Helena masih tampak bingung tapi mengikuti perintah Arthur, karna dirinya memang sudah mengantuk.

Berada dalam dekapan Arthur membuat tubuh dan pikirannya begitu rileks dan nyaman. dengan cepat Helena jatuh kealam mimpi.

"Tidurlah selagi kau masih bisa. saat kesepakatan disepakati, kupastikan tidak ada waktu untuk tidur."

______________________

Tidak ada komentar: