Tangan mungil itu memutar gagang pintu, membukanya. Engsel pintu yang sudah berkarat menimbulkan suara derit saat pintu dibuka.
"Kau sudah pulang?" tanya suara serak yang ramah dari dalam rumah.
Gadis mungil itu hanya diam berdiri didepan pintu membuat si nenek, pemilik rumah itu bingung ketika tidak ada jawaban dari bibir gadis mungil itu.
Si nenek menjulurkan kepalanya dari dapur melihat gadis kecilnya dengan rambut acak acakan dengan baju dan wajah penuh lumpur, menundukkan kepalanya menatap lantai. Si nenek pun melepaskan celemek yang dipakainya dan berjongkok didepan cucunya.
"Ada apa, Helena?"
Tangan gemuk yang penuh dengan kepalan itu merapikan rambut Helena kecil yang berantakan. Helena masih menunduk tak menanggapi pertanyaan neneknya.
"Kau habis berkelahi ya?" tanya si nenek dengan senyum simpul menarik tangan cucunya untuk mendekat.
"Granny...?"
Helena mencicit menatap mata neneknya kemudian menunduk lagi. Jari telunjuk neneknya menyentuh dagu mungil Helena dan mengadahkan kepala Helena untuk kembali menatapnya.
"Katakan sweety. Nenek berjanji tidak akan marah."
"Apa itu 'anak haram', Granny?"Pertanyaan Helena kecil membuat neneknya terkejut.
"Anak laki laki dikelas memanggilku dengan sebutan itu?"
"Apa kau berkelahi karna mereka menyebutmu seperti itu?"Helena menggelengkan kepalanya.
"Tidak. Jo datang membelaku, mereka marah kemudian mendorongnya hingga dia terjatuh kelantai. Aku memukul mereka karna membuat Jo sakit." Jawab Helena kecil sambil mengangkat kepalan tangannya dan memukul angin didepan wajah neneknya yang tersenyum bangga pada cucunya yang berkelahi untuk membela temannya.
"Apa karna aku tidak punya ayah, Granny?" Tanya Helena dengan mata besar bulatnya memandang wajah neneknya yang sedih. Tangan besar milik neneknya mengusap usap kepala Helena dengan sayang.
"Tidak penting apa yang mereka katakan tentangmu Helena.Yang terpenting adalah dirimu yang sekarang. Granny menyayangimu apa adanya, baik kau memiliki ayah ataupun tidak. Jadi jangan pikirkan apa yang mereka katakan karna kau adalah kau."
Tubuh Helena kecil diangkat dan didekap dalam pelukan hangat tubuh neneknya. Tangan besar neneknya yang bebas mendarat di perut Helena dan menggelitikinya.
Helena terkikik dan tertawa. Wajahnya kembali ceria walaupun penuh dengan luka dan lumpur. Helena memeluk leher Granny kemudian mengecup pipinya.
"I love you granny." ungkap sayang Helena kecil membuat hati neneknya sedih karna nasib cucunya yang tak memiliki ayah yang mau mengakuinya sebagai anak dan ibunya yang meninggal saat melahirkannya.
"Selamat siang Granny." Joanna berdiri diambang pintu yang terbuka. Joanna selalu makan siang bersama Granny dan Helena karna orang tuanya yang sibuk bekerja.
"Jo!" Helena turun dari gendongan neneknya. Berdiri didepan Joanna.
"Selain Granny, Jo juga menyayangi mu apa adanya. iya kan Jo?" tanya Granny sembari mengedipkan matanya kearah Joanna yang mengangguk sembari tersenyum sambil menunjukkan gigi depannya yang ompong.
Helena memeluk tubuh mungil Joanna dan membawa temannya menuju dapur untuk makan siang bersama mereka.
****
Helena gugup saat keluar dari mobilnya menuju pintu depan rumah orang tua Joanna. tangannya menggenggam kotak yang berisi kue ulang tahun untuk tante Julia.
Helena menoleh kedepan, memandang rumah yang berseberangan dengan rumah orang tua Joanna. Rumah mungil berdinding putih yang dihuni keluarga kecil yang sedang bercengkrama sambil menikmati makan malam, penuh kehangatan.
Rumah yang dulunya penuh kenangan masa kecil Helena saat Granny masih hidup. Helena menjual rumah itu setelah beberapa bulan Granny meninggal karna dia tak sanggup hidup dengan kenangan bersama Granny yang disayanginya. Kenangan itu selalu membuat dadanya sesak dan menangis.
Helena memejamkan matanya, mendoakan neneknya yang sekarang berada di surga dan memohon perlindungan dalam menghadapi masalah yang sekarang dihadapinya.
Helena mengetuk pintu rumah orang tua Joanna beberapa kali hingga Kyle datang membukakan pintu. Raut muka Kyle yang tersenyum berubah cemas menatap wajah pucat dan lingkaran hitam dibawah mata Helena.
"Kau baik baik saja?" tanyanya seraya mempersilahkan Helena masuk kedalam rumah. Helena mengangguk sembari tersenyum. Kyle mengambil kotak kue yang dibawa Helena.
Kyle membawa Helena masuk menemui Joanna dan orang tuanya yang sudah duduk dimeja makan besar dengan taplak meja berwarna merah.
Diatas meja sudah tertata beberapa makanan yang membuat air liur siap menetes. Perut Helena tiba tiba mulai kelaparan setelah begitu banyak mengeluarkan isi perutnya sebelum ke rumah Joanna.
Joanna yang duduk didepan ibunya bangkit saat melihat kehadiran Helena, menyambutnya. Raut wajahnya tak berbeda dengan raut wajah yang ditunjukkan Kyle saat melihat wajah pucat Helena.
"Kau sakit?" tanya Joanna tampak cemas. Helena menggerakkan tangannya menyuruh Joanna untuk duduk kembali.
"Aku baik baik saja, Jo. Aku ingin mencium pipi yang berulang tahun hari ini."
Helena menghampiri ibu Joanna yang sudah merenggangkan kedua tangannya menyambut Helena. Helena membungkuk sedikit saat memeluk tubuh ibu Joanna yang jauh lebih pendek darinya.
"Aku merindukanmu, anakku." tangannya mengelus punggung Helena.
"Aku juga merindukanmu, tante Julia. Selamat ulang tahun."Helena mencium kedua pipi ibu Joanna yang sudah dianggapnya seperti ibunya sendiri.
"Kami masih kecewa dengan keputusanmu menjual rumah nenekmu. Membuat kami susah untuk menemuimu." ketus ayah Joanna bangkit dan memeluk tubuh Helena.
"Aku ingin mencoba hidup mandiri."Jawab Helena dengan tersenyum sayang kepada kedua orang tua Joanna yang menyayangi dirinya seperti anak mereka sendiri.
"Apa pestanya sudah dimulai? Jangan lupakan cakenya!" seru Helena menunjuk kotak yang dibawa Kyle. Kyle mengangkat kedua bahunya menunjukkan kotak yang dipegangnya.
"Pesta belum bisa dimulai kalau anggota keluarga belum lengkap." jawab tante Julia membuat alis Helena melengkung.
"Anakku Helena sudah datang sekarang tinggal menunggu Arthur." Sambung tante Julia sambil menyentuh pipi Helena yang semakin pucat. Helena bisa merasakan perutnya tegang saat nama Artie disebut.
Perutnya semakin tegang saat Joanna membukakan pintu depan menyambut tamu mereka. Helena bisa menebak siapa yang datang dari suara ceria Joanna. Helena memegang perutnya yang terasa keram.
Joanna kembali ke ruang makan mendekati Kyle yang berdiri disamping Helena disudut ruangan. Arthur kemudian muncul masih dengan kacamata kuno dan setelan jas lengkapnya. Wajah Arthur tampak senang saat melihat kakaknya yang langsung memeluk tubuh tinggi Arthur.
"Kenapa kau lama sekali?"Tanya Julia.
"Rapatnya lebih lama dari yang diperkirakan." jawab Arthur tersenyum sembari mengedarkan pandangan ke kakak iparnya yang membalas senyumannya. Joanna yang sibuk menggelayutkan lengannya, kelengan Kyle yang tersenyum membalas senyuman Arthur .
Arthur sedikit menggeleng melihat tingkah keponakannya yang begitu manja pada suaminya, seperti pasangan remaja. Dia kemudian tersenyum canggung saat melihat sosok Helena berdiri disamping Kyle atau lebih tepatnya dibelakang Kyle, tampak seperti menyembunyikan diri.
Helena membalas senyuman Arthur setengah hati. Isi kepalanya penuh memikirkan cara memberitahu si Nerd Arthur kalau dia telah berhasil menanamkan benihnya di perut Helena. Pemikiran itu membuat hati Helena sesak dengan amarah.
"Arthur ?" suara lembut berasal dari ruang tamu membuat mereka semua terkejut.
"Siapa itu?" tanya Julia yang masih mendekap tubuh Arthur. Senyum canggung Arthur berubah sumeringah sambil mengedipkan matanya pada kakaknya.
"Disini, Rachel!" seru Arthur .
Sosok wanita karir yang elegan muncul dengan rambut pirang panjang yang tampak halus membingkai wajah keibuannya yang lembut.
Wajah manis itu tersenyum pada kakak Arthur yang terperangah menatap wanita itu dan Arthur yang mengusap tengkuknya, bergantian.Tante Julia mengerling pada Joanna yang juga terperangah melihat pamannya yang selalu sendiri itu kini membawa seorang wanita kerumah.
"Julia ini Rachel, Rachel ini kakakku tercinta yang sedang berulang tahun."Arthur merangkul pundak tante Julia yang menerima uluran tangan Rachel.
"Saya minta maaf sudah mengganggu acara keluarga ini."
"Lebih banyak lebih menyenangkan dan lagi kami senang Arthur membawa temannya." jawab tante Julia sambil menepuk punggung tangan Rachel.
"Kau tidak akan memperkenalkan aku dengan kekasihmu Artie?" tanya Joanna yang kini berdiri disampingnya. Joanna mengulurkan tangannya dan Rachel dengan senyum manis diwajahnya menerima uluran tangan Joanna. Arthur mencubit pipi chubby Joanna.
"dia klienku. Kebetulan perusahaan tempat Rachel bekerja sedang mengalami masalah pertanahan dengan penduduk setempat dan mereka mempercayaiku sebagai pengacara perusahaan.” Ucap Arthur .
“aku akan menyiapkan kuenya.” Ucap Helena seraya mengambil kotak kue dari tangan Kyle menuju dapur.
Helena menghentakkan kue ke meja, amarahnya seketika naik saat melihat wanita yang berdiri disamping Arthur. Sambil mendengus Helena memegang pisau dan memotong kue ulang tahun menjadi potongan kecil.
Bisa bisanya dia bersenang senang diatas penderitaanku! Dasar Nerd! Akan kubuat senyum itu hilang dari wajah bodohnya.
Helena terus memaki Arthur dalam hati. Kepalanya membayangkan tubuh Arthur terbaring K.O karna pukulannya. Tanpa sadar Tangannya yang menggenggam pisau terus mencincang kue ulang tahun tante Julia menjadi potongan potongan yang sangat kecil.
“ada yang bisa kubantu?” Tanya Rachel yang tiba tiba muncul, mata besarnya yang berwarna biru menatap polos pada Helena yang berusaha menutupi emosi geram pada wanita didepannya dengan senyuman palsu.
“dia bisa mengerjakan semuanya sendiri, Rachel. Kau tidak usah repot repot membantunya.”
Arthur ikut muncul dibelakang Rachel. Helena menggigit bibir bawahnya menahan amarah.
Helenamengangkat kepalanya, senyum yang kelewat ceria terpasang di wajahnya.
“iya, kau tak perlu repot repot membantuku, Rachel.”Jawab Helena dengan suara yang sengaja dialun alunkan.
Helena mengambil piring datar dan menaruh beberapa potong kue yang sempat selamat dari cincangannya ke atas piring.
“lihatkan, dia itu gadis yang sangat mandiri. Dia tidak suka kalau ada orang baik yang mau menolongnya.”
Helena hanya diam menahan amarahnya yang memuncak akibat sindiran yang dilayangkan Arthur.
“kau akan bisa melihat tanduknya saat kau berkeras ingin membantunya dan menyentuh hasil kerjanya, Whuuu--.”
Arthur menggerak gerakkan jarinya didepan wajah Rachel, menirukan suara suara yang menakutkan. Helena melempar kain using yang digunakannya untuk membersihkan meja ke wajah Arthur .
“apa yang kau…”
“pergi saja kau keneraka!” seru Helena sembari melangkahkan kakinya keluar dari dapur.
“kenapa dia marah marah? akukan memujinya.” Ucap Arthur merasa tak bersalah pada Rachel yang menyilangkan lengannya didepan dada menatap tak percaya pada Arthur .
“kau sebut itu pujian? Kami wanita menyebutnya sindiran.”
Rachel mengambil kain yang dilemparkan Helena dan menaruhnya di dekat meja. Rachel mengambil piring kue yang sudah disiapkan Helena.
“aku memang tidak mengerti pikiran wanita.” Jawab Arthur sambil mengusap tengkuknya. Rachel menyentuh lengan Arthur dan tersenyum lembut.
“kau tidak perlu mengerti, cukup lihat dan pahami saja.”
***
Helena menjadi korban sindiran Arthur selama makan malam. Arthur memang tidak pernah mengatakan apa pun, tapi lirikan tajamnya memberitahu Helena.
Seluruh keluarga Joanna sudah terbiasa akan perang mulut mereka berdua, mereka bahkan membuat skor untuk menentukan siapa pemenang diakhir makan malam yang panas penuh cercaan.
Mereka bisa menebak malam ini Arthur lah yang menang karna kebanyakan Helenahanya menatap tajam dan tidak membalas sindiran Arthur .Helena lebih banyak focus terhadap makanannya, rasa lapar luar biasa muncul membuatnya tak bisa berhenti untuk mengunyah.
Saat ia berdiri untuk membantu Joanna membersihkan meja makan, kepalanya terasa berat. Dia pun keluar kehalaman belakang mencoba menenangkan perutnya yang kembali mual.
Dia berharap udara malam yang dingin dapat membantu menyegarkan kepalanya yang pusing dan tubuhnya yang mulai merasa pegal.
Helena berencana tidak memberitahu Arthur mengenai kehamilannya, sudah cukup buruk pria itu menertawai dan mempermalukannya malam ini.
Akan jadi mimpi buruk bagi Helena kalau Arthur tahu dan memporak porandakan kehidupannya. Ia tidak ingin orang yang tidak menghormati pendapatnya, tidak menganggapnya cantik, dan menertawainya menjadi ayah dari anaknya.
“apa yang kau lakukan disini?”
Begitu mendengar suara Arthur , jantung Helena langsung berdegup kencang seakan akan melompat dari tubuhnya karna kaget dengan kehadiran Arthur yang tiba tiba.
Helenamenarik napas panjang dan memandang kearah Arthur yang berdiri beberapa langkah darinya, blazer biru tua yang tadi dipakainya kini sudah menghilang. Menampilkan tubuhnya yang dibalut kemeja putih. Lengan kemejanya digulung keatas memperlihatkan jam tangan hitam dipergelangan tangan kirinya.
Rambutnya tampak acak acakan mengingatkan Helena dengan pertemuan terakhir mereka, mengingatkan Helena akan rasa helaian rambut itu saat berada digenggamannya.
“Aku hamil.”

Tidak ada komentar:
Posting Komentar