Jumat, 04 Desember 2015

Karma Circle part 7

Silakan dibaca ditunggu kritik dan sarannya

V(^^)

______________________

Helena sibuk melempar beberapa bajunya kedalam koper. kemudian berjalan tergesa gesa mengambil peralatan mandi di kamar mandi dan kembali melemparkannya kedalam koper.

Walaupun tubuhnya sibuk berseliweran kemana mana, mengambil semua yang dibutuhkan untuk keberangkatannya ke Spanyol. tapi pikirannya sibuk memikirkan hal lain.

Cincin emas di jari manisnya. mengalihkan otaknya yang sibuk berpikir. membuat Helena menghela nafas, bertanya dalam hati.

mengapa hidupnya menjadi begini sulit?

***

"Apakah ada sesuatu yang terjadi?" Joanna muncul dikamarnya yang ditempati helena dan Arthur untuk bertengkar beberapa menit yang lalu.

Arthur meninggalkannya dan pergi ke dapur, mengambilkan air untuk Helena. situasi ini dimanfaatkan Joanna untuk mengintrogasi sahabatnya.

"Maksudmu?" tanya Helena bangkit dari tepi tempat tidur dengan wajah tak berdosa.

"Maksudku, pernikahan ini." sahut Joanna.

"Aku tidak mengerti."

"Oh, ayolah Helena. Pernikahan ini terlalu mendadak dan kalian berdua seperti menyembunyikan sesuatu."

"..."

"Aku mengenal kalian berdua dengan baik untuk tahu ada yang mengganjal dari pernikahan ini. Jelaskan padaku alasan sebenarnya Helena..."

Helena bisa merasakan kedua telapak tangannya berkeringat. Dia menepis keraguan dalam hatinya dengan Berusaha menunjukkan sikap santai didepan Joanna.

"Kau tahu, Sebenarnya aku dan Arthur telah lama berhubungan hanya kami tidak ingin kalian tahu sehingga tidak ada rasa canggung. Arthur merasa inilah waktu yang tepat untuk memberitahukan kepada kalian."

"Di hari pernikahan?"

Helena mengangguk dengan kelewat semangat. berharap Arthur cepat datang dan menyelamatkannya dari introgasi Joanna yang dia tahu tak akan sanggup dijalaninya lebih lama.

"Kenapa kau berubah pikiran? kau selalu mengatakan padaku kalau sebuah ikatan dalam hubungan adalah hal terakhir dalam list hidupmu."

"Joanna, kumohon jangan berspekulasi yang aneh aneh. aku menikahi Arthur karna aku iri padamu dan mereka yang memiliki keluarga.

ya, menikah adalah list terakhir yang kuinginkan dalam hidupku tapi tanpa keluarga rasanya apapun yang kugapai tak berarti karna tak ada yang ikut bahagia dalam kebahagiaanku, tak ada yang menyemangati saat aku terpuruk dan tak ada tempat untuk berbagi cerita. aku sadar yang kubutuhkan adalah keluarga. apakah itu salah? apakah menurutmu aku tidak pantas memiliki keluarga?"

Joanna langsung memeluk tubuh Helena yang bergetar. "maafkan aku Helena, aku tidak bermaksud untuk melukai hatimu."

Akulah yang seharusnya minta maaf.

"Aku hanya tidak habis pikir, bagaimana bisa kalian menikah begitu terburu buru tanpa pemberitahuan pada kami sebelumnya. kami adalah keluargamu, Helena. sebelum maupun sesudah kau menikah dengan Artie." ucap Joanna sambil mengusap usap lengan Helena. Mencoba meredakan kegetiran yang dirasakan sahabatnya.

"Arthur memintaku ikut ke Spanyol sebagai istrinya. dia tidak ingin meninggalkanku sendirian disini."

Joanna menghela nafas menerima alasan yang diberikan Helena. pamannya itu memang sering berpergian keluar negeri untuk pekerjaan.

"Aku bersyukur pamanku memilihmu. dia selalu bekerja tiada henti. dengan adanya dirimu paling tidak ada yang mengawasi dan menjaganya. dan aku juga bersyukur kau memilih pamanku, dia akan selalu melindungi dan menjagamu. Kalian berdua sangat beruntung." Joanna tersenyum lebar kepada Helena yang hanya tersenyum miris.

Semoga keberuntungan membawa kami ke arah yang benar.

Helena mencoba mengontrol emosinya. berbohong adalah satu dari sekian banyak hal yang dibencinya. membuatnya ingin menjambak rambutnya karna frustrasi merangkai kata kata untuk menyakinkan lawan bicaranya.

"Hai,"

Arthur masuk dengan segelas air di tangannya. pandangannya hanya tertuju pada Helena. Helena bisa melihat permintaan maaf yang tak terucapkan dari mata Artie.

Arthur dari tadi berdiri dibalik pintu, mendengarkan semua obrolan Mereka, mendengarkan kebohongan Helena yang malah membuat hati Arthur pilu.

tak ada sedikitpun niat di hati Arthur untuk menyakiti wanita didepannya. dia hanya tak menyangka wanita angkuh itu kini menjadi begitu rapuh. kedua bola matanya yang menatap Arthur tampak letih dan meminta sokongan.

"Minumlah."

Arthur memberikan segelas air pada Helena. tangannya menangkup pipi Helena. menyalurkan kehangatan di pipi Helena yang berkeringat dingin. Arthur mengambil gelas yang sudah tandas dari tangan Helena. Kemudian menyandarkan kepala Helena ke dadanya. Helena dan Joanna terkesiap.

Pulih dari keterkejutannya, Helenapun membalas pelukan Arthur. Semakin membenamkan kepalanya kedada Arthur. aroma maskulin Arthur menenangkannya.

Kali ini saja. aku membutuhkan ini. Helena mencoba menenangkan pikirannya.

"Baiklah, aku akan keluar. selamat untuk pernikahan kalian." Joanna tersenyum kecil kepada mereka berdua kemudian keluar dari kamar. "aku membutuhkan suamiku." gumam Joanna saat menutup pintu.

Arthur semakin kuat memeluk tubuh Helena. bibirnya bersandar dipuncak kepala Helena.

"Maafkan aku." bisik Arthur dan Helena dapat mendengarnya.

****

Helena tampak gugup duduk diatas kursi pesawat. ini pertama kalinya dia pergi jauh dari kampung halaman. Jauh dari rumah.

Arthur yang baru kembali dari toilet melihat pria yang duduk disamping Helena. memperhatikan istrinya dengan tatapan mesum.

Padahal Helena hanya memakai T-Shirt longgar dengan kerah leher berbentuk V dibalut cardigan berwarna cokelat. wajah cantiknya dengan less makeup menatap kearah kaca pesawat. memperlihatkan leher jenjangnya.

Arthur langsung duduk disamping Helena. tangannya menggenggam tangan Helena yang masih tersemat cincin pernikahan darinya. memamerkannya kepada pria disamping mereka yang kini mengalihkan pandangan, membuat Arthur menyeringai puas.

"Ada apa?" tanya Helena saat Arthur menyentuhnya.

"Tidak ada. aku mengira kau membutuhkan ini." Arthur mengangkat tangan mereka yang saling menggenggam. "kita akan pulang secepatnya. aku janji."

Helena tersenyum kecil pada Arthur. Arthur mengencangkan genggamannya berusaha menyemangati Helena.

"Terimakasih." Ujar Arthur.

"Untuk apa?"

"Karna kau mau menikah denganku."

"Seharusnya aku yang berterima kasih. Bukankah aku yang menginginkannya."

"Well, itu betul. tapi setelah kata kata keji yang kulontarkan?" Arthur menaikkan kedua bahunya. Helena bisa melihat mata hijau Arthur dari balik kacamatanya memandang lurus kearahnya.

"Aku sangat berterima kasih kau masih mau menerimaku."

Arthur membawa punggung tangan Helena kebibirnya. mengecup kulitnya yang bergelenyar mengirimkan sinyal keseluruh tubuhnya terutama pada payudaranya yang kini terasa membengkak dan sensitif.

"Istirahatlah, kau membutuhkannya setelah masalah emosional ini." Arthur menyeringai.

Helena menuruti Arthur dan merebahkan punggungnya. mencoba menutup mata dan menghilangkan rasa rasa aneh dihatinya saat melihat seringaian Arthur.

****

Setelah beberapa jam. mereka akhirnya sampai di Barajas Airport, Madrid. Helena duduk di kursi tunggu, menunggu Arthur yang masih sibuk dengan visa mereka.

Dia terpukau dengan arsitektur bandara yang di dominasi warna kuning. Pylons* yang berwarna warni membentuk atap bergelombang dengan lapisan bambu yang saling mendukung.

Kekaguman Helena terputus saat seseorang disampingnya mengajaknya mengobrol dengan bahasa Spanyol. Helena mengernyit sama sekali tak mengerti apa yang dikatakan laki laki itu.

"Helena!" panggil Arthur. Arthur mendekati Helena dan langsung menarik tangannya. Tangan Arthur yang lain menggeret koper Helena. menjauhi pria tua yang mendekati Helena.

Arthur berdecak kesal. melihat istrinya menjadi santapan mata para laki laki. pikirannya berseliweran memikirkan cara mengurung istrinya sehingga tidak akan ada lagi yang memandang kearahnya dengan cara mesum.

"Jangan buru buru Artie? aku memakai High heels." rengek Helena. Arthur semakin berdecak kesal.

"Siapa suruh kau memakai sepatu tinggi. kita bukan mau pergi kepesta."

"Apa masalahmu!" Helena tak mengerti dengan perubahan Arthur. Tadi dia terlihat baik baik saja dan sekarang tak ada angin, hujan maupun badai dia menggerutu kesal pada Helena.

" Masalahnya kita harus mengejar mobil yang menunggu kita sebelum dia meninggalkan kita dengan sepatumu yang menyebalkan itu." sengit Arthur.

"Mereka akan tetap menunggu. itu tugas mereka." balas Helena tak kalah sengit.

"Aku tidak ingin menyusahkan orang lain."

"Tapi kau menyusahkanku."

"Terserah. aku akan jalan duluan." Arthur melepaskan genggamannya dan berjalan mendahului Helena yang melotot marah padanya.

"Pergilah dan tinggalkan saja aku dengan sepatuku disini!" Helena menghentakkan kakinya melihat Arthur yang masih berjalan tak bergeming.

"Ouch.. sakit." ringis Helena menghentikan hentakan kakinya.

****

Helena dengan langkah yang terseok-seok sampai didepan pria bertubuh gempal yang membawa kertas bertuliskan MRS.MORRISON dengan huruf s kecil yang terselip.

Pria itu langsung membawa koper Helena kebelakang mobil mini vannya. Helena menatap kesal pada Arthur yang duduk disudut mobil dengan kepala bersandar kekaca dan matanya terpejam. kedua tangannya melingkar didepan dada.

Helena duduk menjauh dari Arthur. aura kesal masih terpancar dari tubuh mereka berdua membuat si sopir mengernyit melihat sepasang suami istri itu dari balik kaca spion.

Helena mulai kelaparan. perutnya terus mengumandangkan bunyi yang berisik. diliriknya Arthur yang masih memejamkan mata. Helena menggigit bibir bawahnya merasa gengsi untuk bicara duluan pada Arthur.

Tiba tiba Arthur membuka mata dan menggerakkan badannya kedekat kursi supir.

"Puede nosotros al restaurante? esposa hambre*." ucap Arthur dalam bahasa Spanyol.

"sí señor."

Arthur kembali bersandar ke kursinya dan kembali memejamkan mata tak menoleh sedikitpun kearah Helena.

***

Mobil berhenti disebuah bar bernuansa tradisional yang sangat kental di pusat kota madrid, bernama El Neru.

bar tersebut dipenuhi para pelancong yang bersorak melihat para tour guidenya yang mempraktikkan cara menuangkan minuman bernama sidra.

Dimana satu tangan yang memegang botol sidra diangkat setinggi mungkin lalu minuman dituangkan ke gelas yang dipegang tangan lainnya serendah mungkin.

Orang orang kembali bersorak dan tertawa, berbeda dengan kondisi Helena yang hanya duduk canggung didalam restoran dimana Arthur yang duduk didepannya sibuk melihat menu makanan.

Helena tersenyum kecil pada pelayan yang memperkenalkan makanan dengan bahasa Spanyol pada mereka. tampak Arthur mengangguk anggukkan kepalanya.

"su orden, señora?*"

Helena terperangah, tak mengerti sedikitpun yang dikatakan si pelayan.

"Kau ingin memesan apa?" tanya Arthur pada Helena. Helena memajukan tubuhnya kemudian menutup wajahnya dari si pelayan dan berbisik pada Arthur.

"Aku sama sekali tidak mengerti isi menunya. katakan padanya aku meminta apapun yang mengenyangkan."

Arthur mendesah melihat mata Helena melotot penuh tuntutan. Arthur pun menyerahkan kedua menu pada si pelayan.

"Tortilla de patatas, el pistón y croquetas una de las porciones*."

"señor bien*."

Setelah kepergian si pelayan, Keadaan kembali hening. Helena mencoba mencari kesibukan dengan membolak balikan kain serbet yang ada didepannya. merasa gusar akibat tatapan Arthur.

"Apa?!" ketus Helena tidak tahan.

"Tidak ada." Arthur menaikkan kedua bahunya.

"Kalau begitu, Kenapa kau terus melihatku?"

"Hanya mencari perubahan dari dirimu. aku dengar saat hamil, perut wanita akan membesar."

"Ya. tapi belum untukku. itu akan terjadi saat kehamilan berusia kurang lebih 8 Minggu tergantung perutnya tebal apa tipis."

"Dan kehamilanmu?"

"Baru masuk Minggu kelima."

Bibir Arthur membentuk huruf o tanda mengerti. matanya masih melihat kearah perut Helena.

"Bolehkah aku menyentuhnya?"

Sebelum Helena akan memprotes Arthur sudah menggeser kursinya kesamping Helena. tangannya menyelusup masuk kedalam tshirt Helena.

Merebahkan jari jarinya ke perut Helena. mendadak seluruh tubuh Helena kaku merasakan sentuhan Arthur.

"Kenapa aku tidak merasakan apa apa."

"Belum waktunya Artie." ucap Helena jengkel. Arthur menengadahkan kepalanya menatap mata Helena.

Mereka berdua hanya terdiam saling memandang. Jantung Helena berdetak tidak karuan, mengantisipasi ciuman dari Arthur.

Suasana yang terbangun berubah menjadi ledakan tawa saat perut Helena kembali berbunyi dengan suara nyaring. Arthur tertawa hingga terpingkal Pingkal membuat Helena cemberut.

Kedua pipinya memerah malu karna mengharapkan ciuman dari Arthur dan suara perutnya yang tidak memiliki rem.

"Aquí está su pedido. por favor*."

Si pelayan datang membawa beberapa porsi makanan dan minuman kemudian meninggalkan mereka berdua.

Arthur mengelap air matanya yang keluar akibat tertawa kemudian mengelus lembut pipi merah Helena.

"Makanlah sebelum bayi kita kembali menghentakkan drumnya."

***

*Pylons : tiang baja berukuran besar.

*Puede nosotros al restaurante? esposa Hambre : bisa berhenti didepan restoran? istriku lapar.

*sí señor : iya tuan

*su orden, señora? : pesanan Anda, nyonya?

*Aquí está su pedido. por favor: ini pesanan Anda tuan, silakan.

*Tortilla de patatas, el pistón y croquetas una de las porciones : satu porsi tortilla, pistol dan croquetas.

*señor bien : baik tuan.

NB: ini semua diterjemahkan oleh mbah Google kalau ada salah kata salahkan mbah googlenya jangan saya

Wkakaka

_______\\__________________

Tidak ada komentar: