Kamis, 13 Maret 2014

Karma Circle (part 4)




"Aku hamil."

Entah apa yang merasukinya sampai dua kata itu bisa meluncur begitu saja dari bibir Helena. Padahal dia sudah menyakinkan dirinya untuk menghadapi masalah ini semua sendiri tanpa memberitahu kebenarannya pada Arthur.

Saat melihat mata hijau cemerlang Arthur yang menatapnya langsung, membuat seluruh tubuh Helena mati rasa dan tak mampu mengontrolnya. Helena masih menunduk menunggu reaksi dari Arthur.

"oh, selamat kalau begitu, aku tidak menyangka kau mau memberitahuku soal kehamilanmu, biasanya orang orang akan diberitahu saat hari kelahiran bukan kehamilan." Ujar Arthur sambil mengusap tengkuknya.
Kedua alisnya mengkerut bersatu, merasa aneh dengan berita bahagia yang disampaikan Helena mengenai kondisinya sekarang.

Sedangkan wajah Helena kini menatapnya dengan pandangan tak percaya saat ia mengucapkan 'selamat' pada Helena. Helena mendengus pada laki laki bodoh didepannya yang masih dengan tampang polos tak berdosa.

Bukan ini reaksi yang diharapkannya.


"apakah yang lain sudah tahu? Atau aku orang pertama yang kau beritahu?" Tanya Arthur masih dengan tampang polos yang membuat Helena geram ingin memukul kepalanya.

"kau orang yang pertama mengetahuinya."

Kemarahan membuat Helena melupakan rencana pertamanya. Dia akan memberitahu Artie dan membuat senyuman dari wajah bodoh itu menghilang.

"oh, ya? Terima kasih kalau begitu, Aku cukup tersanjung kau mau memberitahuku." Jawab Arthur kini semakin bingung.

Dilihat dari hubungan mereka berdua yang tidak baik, ini kali pertamanya Helena mau memberitahukan suatu kabar baik padanya.

Arthur masih bisa mengingat saat perayaan ulang tahun Joanna yang ke tujuh belas, Helena membawa kabur keluarga Joanna tanpa memberitahukannya dan itu sengaja.

Arthur menatap wajah Helena yang membalas tatapannya dengan tegas seperti meneriakkan sesuatu yang tak terucap padanya membuat Arthur mulai berpikir yang tidak tidak terhadap kehamilan Helena.

Mata Helena menyipit tajam seperti menuduh kepada Arthur. Kedua tangannya yang berada disisi tubuhnya mencengkram kuat sehingga tampak memutih. Arthur mulai teringat malam yang mereka alami terakhir kali.

Mungkinkah? Pertanyaan itu muncul dalam benak Arthur.

"kau-," ucap Arthur terputus, mendelik tak yakin dengan apa yang isi kepalanya pikirkan. Kedua matanya menyipit saat menatap Helena lagi, yang masih bersikap seperti menantang Arthur.

"sudahlah, lupakan saja apa yang baru saja kukatakan padamu."

Helena menggeleng sembari berjalan melewati Arthur. Tapi Arthur dengan sigap memegang siku Helena dan menariknya.

Arthur mencengkram kuat kedua lengan Helena, sehingga tubuh mereka nyaris bersentuhan. Helena dapat melihat dengan jelas garis cekung yang dalam diantara alis Arthur.

"hu-uh, tidak.."

Mulut Arthur terbuka kemudian menutup sambil menatap perut Helena yang masih datar. Arthur melangkah mundur tanpa mengalihkan pandangannya dari perut helena. Jemarinya mengusap rambutnya yang sudah berantakan masih dengan pandangan tak percaya dan Tubuhnya bergerak gerak gelisah.

"kehamilanmu ini... Apakah ... ada hubungannya dengan ku? Tanya Arthur dengan suara pelan dan hati hati.

"ya. Ini anakmu."

"apa?"

"ini," kedua tangan Helena menangkup perutnya.

"yang ada didalam perutku adalah anakmu, Artie."

Suara Helena yang begitu tenang bagai anak panah yang melesat tepat kejantungnya membuat tubuh Arthur seketika lumpuh.

Kepalanya merasakan vertigo luar biasa yang membuat benaknya melayang dan Kaki Arthur bagai tak bertulang membuatnya sulit untuk tetap berpijak di tanah.

Helena bisa melihat jelas keterkejutan di raut muka Arthur, walaupun Arthur berusaha mengumpulkan kekuatannya untuk tetap berdiri dan buru buru menutupi keterkejutannya dengan tawa yang dibuat buat.

"kau sedang bercandakan? Aku tahu ini hanya iseng dari kalian semua. Keluarlah ini sama sekali lelucon yang tidak lucu." Seru Arthur sambil mengedarkan seluruh pandangan berharap Joanna atau salah satu keluarganya keluar dan tertawa bersamanya tapi sama sekali tidak ada respon bahkan Helena masih berdiri dengan sikap yang sama.

"sama sekali tidak Artie. Melucu untukmu, sama sekali bukan kegiatan kesukaanku."

Arthur melotot menatap Helena, kemudian menyisirkan kembali jemari kerambutnya yang coklat dengan putus asa. Dia masih tidak yakin dengan situasi yang sekarang dihadapinya.

Situasi ini hanya terjadi pada remaja remaja bau kencur yang dikuasai gairah mudanya dan melakukan sex bebas di jok belakang mobil bukan pada laki laki dewasa seperti dirinya.

"aku tidak percaya, kau benar benar serius?"

"aku sangat serius."

"ini bukan gurauan?" Helena menggelengkan kepalanya menjawab pertanyaan yang terus diulang ulang oleh Arthur.

"kapan kau tahu tentang..ehem ..itu?" Tanya Arthur dengan dahi yang berkerut, menatap tangan Helena yang masih memegang perutnya dengan sikap melindungi.

"aku belum mendapatkam menstruasi bulan ini."

"hanya karna itu? bukankah hal itu biasa dialami oleh kalian para wanita?"

"tidak untukku. Jadwal menstruasiku selalu teratur."

"kau yakin kau hamil?"

Dengan jengkel Helena menyilangkan kedua lengannya didepan dada, "Ya."

" kau benar benar yakin yang ada didalam perutmu bayi? Bukan sesuatu, kau tahu penyakit atau apalah namanya..."

"kau gila? Aku hamil Mr. Arthur Morrison dan kaulah ayah bayi ini."

"Itu bisa saja bukan anakku!" Ucapan yang diucapkan Arthur keluar begitu saja karna amarah dan kalut setiap mendengar jawaban tenang dari Helena yangmembuatnya merasa tersudut. Helena mendengus membuat Arthur semakin dikuasai amarah.

"tebakanku benar, bukan? Itu bisa saja bayi orang lain dilihat dari pengalamanmu. Pastinya itu bukan hubungan semalam yang pertama bagimu."

Helena kembali mendengus sambil menggeleng geleng frustrasi.

"kenapa kau begitu tak percaya? Kenapa kau begitu keras menolaknya Artie ?" kemarahan Helena semakin meledak ketika tuduhan Arthur mulai meresap dibenaknya.

"apa kau kira aku mengharapkan hal ini terjadi? Tidak. Apa yang kau lakukan membuat diriku menderita, menyebabkan aku harus memuntahkan seluruh makanan yang telah kumakan dan membuatku amat letih hingga aku hampir tidak mampu menggerakkan kakiku untuk mengambil segelas air dimalam hari! Aku juga mempunyai karier, Arthur Morrison! Bukan hanya kau!"

"yah, itu masalahmu. Seharusnya kau memakai alat kontrasepsi bila ingin berganti ganti teman tidur." Ujar Arthur sembarangan.

Wajah Helena pucat pasi karna menahan amarah. Kepalan tangannya kini sudah berada didepan dadanya siap menyerang tubuh Arthur .

"seharusnya kau mengatakan hal itu pada dirimu sendiri. Kau lah yang seenaknya melakukan sex tanpa pengaman. Aku memang berganti ganti teman tidur tapi setidaknya mereka memiliki otak untuk tidak membuang benih mereka sembarangan ke perut wanita yang mereka temui. Mereka selalu membawa pengaman, bukan seperti laki laki idiot yang kukenal!"

"ha! kau mengaku sendiri kalau bukan hanya aku yang pernah menidurimu!" seru Arthur.

"Bisa saja pengaman yang mereka bawa tidak bekerja, semua kemungkinan bisa terjadi. Dan lihat apa yang kau lakukan? Kau malah menimpakan semuanya padaku? Begitukah caramu menentukan sang ayah bagi bayimu?"

"brengsek kau-,"

"apa yang kau harapkan dariku? Bersorak sorai dan berterima kasih kau mau mengandung anakku?"

Kata demi kata menyakitkan dan penghinaan terus meluncur dari mulut Arthur mendesak Helena hingga di berdiri ditepi jurang, tak memberikan kesempatan padanya untuk membalas setiap sindiran dan cemoohan yang diucapkan Arthur.

"jangan harap." Air mata mulai menggenangi mata Helena saat melihat rasa jijik tercetak jelas pada raut muka Arthur.

Inikah yang dialami ibunya saat memberitahukan laki laki yang menanamkan benih di perutnya sehingga dia ada didunia ini.

Hati Helena serasa remuk membayangkan penolakan yang diterima ibunya seperti yang diterimanya sekarang.

"Dari yang kulihat seluruh laki laki di negara ini memiliki kemungkinan yang sama denganku sebagai ayah dari bayi yang ada diperutmu-,"

Arthur terdiam saat tamparan keras mendarat dipipinya meninggalkan tanda merah panas disana. Bibir
Helena mengatup membentuk satu garis lurus.

Ia berusaha bersikap tenang, mengumpulkan serpihan serpihan harga dirinya yang berserakan, setiap kata yang Arthur lontarkan bagai taring runcing yang mencabik cabik harga dirinya.

"aku mengharapkan hal yang sama. siapa saja di negara ini boleh menjadi ayahnya, kecuali dirimu." Kata Helena dengan suara serak menahan amarah dan sakit hatinya sembari melenggang pergi meninggalkan Arthur yang masih terpaku akibat tamparan dan tatapan marah Helena.

***

Ini hari ketiga setelah Helena memberitahu Arthur mengenai kehamilannya. Helena mencoba menjalani kehidupannya seperti biasa.

Dia menyakinkan dirinya bahwa Kehamilan adalah bonus yang diberikan tuhan untuk mengobati kesendiriannya yang ditinggal oleh sang nenek yang paling disayanginya.

Helena tidak membutuhkan uluran bantuan ataupun rasa kasihan dari laki laki, termasuk laki laki bodoh dan arogan seperti Nerd Artie.

Dia adalah wanita tangguh yang bisa mengurus dirinya sendiri tanpa ada laki laki disampingnya seperti yang dijalaninya selama ini.

Helena duduk di sofa ruang tamu apartemennya sembari mengelus perutnya yang masih datar. Dia selama ini bisa hidup tanpa membutuhkan laki laki karna ada granny yang selalu menopang dan menguatkannya.

Dan sebenarnya itu adalah hari hari berat yang satu persatu dihadapinya dengan penuh air mata dibelakang punggung tegar granny. Sebenarnya dia tak ingin anaknya mengalami hal yang sama dengan yang dialami Helena.

Dia ingin anaknya mempunyai keluarga utuh yang selalu di idam-idamkannya. Bahagia dan dilindungi oleh tangan besar dan hangat milik pria yang dipanggil dengan sebutan 'ayah'. Kedua alis Helena yang hitam berkerut membentuk lekukan diantaranya.

Mual dan pusing mulai menyerang secara serempak akhir akhir ini, membuat tubuhnya cepat kelelahan. Bukan hanya fisiknya, kehamilan dengan cepat memporak porandakan emosinya yang membuat tubuhnya dua kali lipat lebih cepat merasa lelah.

Dengan setengah hati Helena sudah menginjakkan kakinya ke rumah sakit dan memeriksakan kehamilannya di dokter kandungan.

Dokter memastikan bahwa Helena benar benar hamil, dan memberikan Helena beberapa obat untuk mengurangi rasa mual dan pusingnya. Pil pil itu hanya tertata rapi dalam bungkusannya di laci meja rias Helena.

Helena sama sekali tidak menyentuh obat obat itu. Segala macam hal yang berbau rumah sakit, dokter, obat obat dan disenfektan membuatnya merasa lebih lemas dan semakin tidak sehat. Dengan cepat Helena menyingkirkan obat obat itu.

Lamunan Helena buyar saat mendengar pintu apartemennya digedor dengan tidak sabar. Membuat kepalanya semakin berdenyut. Helena dengan kemeja longgar yang lusuh dan celana pendek berjalan perlahan menuju pintu.

Arthur berdiri dihadapan Helena saat pintu terbuka lebar. Helena menatap penampilan Arthur yang kurang lebih hampir sama dengan penampilannya yang kacau.

Rambut Arthur kusut, dasinya dilonggarkan dan dua kancing atas kemejanya terbuka. Jas yang selalu tak pernah lepas dari penampilannya kini tergantung dilengannya.

Wajahnya kelihatan sangat kacau, khawatir dan letih. Helena bisa menebak Arthur telah mengalami tekanan mental dan hari yang berat seperti dirinya dan itu membuat hatinya sedikit puas.

"apa yang kau lakukan disini?"

Helena teringat saat dia berdiri di halaman belakang rumah orang tua Joanna, menghirup udara malam yang dingin dan Arthur muncul dengan pertanyaan yang sama yang kini Helena ajukan padanya.

"aku ingin berbicara empat mata denganmu."

"dan melemparkan sindiran dan tuduhan yang lebih keji lagi? Tidak, terima kasih."

Helena mulai menutup pintunya. Dengan sigap Arthur menahan pintu dengan kakinya sehingga pintu tidak bisa menutup.

Helena melotot dan menekan pintu membuat kaki Arthur terjepit. Arthur menggigit bibir bawahnya menahan rasa sakit.

"kumohon, biarkan aku masuk."

"tidak."

"please."

"pergilah Artie dan lupakan apa yang kukatakan padamu tiga hari yang lalu. Seharusnya aku tidak memberitahumu."

"tentu saja kau harus memberitahuku." Jawab Arthur.

Kedua tangannya mendorong pintu sekuat tenaga melawan Helena yang juga menggunakan seluruh tenaganya untuk menahan pintu untuk tetap tertutup. Helena mendengus dengan kuat dibalik pintu, saat mendengar jawaban Arthur.

"haruskah aku mengingatkanmu lagi? Sepertinya kau melupakan bahwa kaulah yang menolak mentah mentah berita yang kusampaikan? Dan sepertinya kau tidak mengingat kalau kau menghina dan menyindirku. Yang sayangnya bisa ku ingat dengan baik."

Kejengkelan yang mendera hati Helena membuat suaranya meninggi di akhir kalimat, membuat Arthur menghela napas merasa bersalah.

Helena tidak mampu menahan pintu dengan tenaga yang sudah letih sebelumnya. Pintu pun menjeblak terbuka dengan salah satu tangan Arthur terentang menahan pintu untuk terus terbuka. Kini Arthur bisa melihat dengan jelas penampilan Helena yang kusut masai.

"itu salah satu alasanku menemuimu, untuk minta maaf atas sikapku yang sangat kurang ajar. Ku mohon beri aku waktu untuk menjelaskannya."

Mata hijau terang dibalik kacamata Arthur menatap matanya lurus, membuat Helena untuk kesekian kalinya merasakan hal aneh, tubuhnya memanas dan gelisah.

Benaknya mulai melayang.Teringat kembali pada malam kejadian tak terduga itu. Kulit tangan Helena masih bisa mengingat rasanya dada Arthur yang dibalut kemeja.

Belakang telinganya juga masih bisa mengingat gigi putih Arthur yang menggigit kecil kulitnya dan bibir Arthur yang menempel di tengkuknya yang membuat Helena merinding saat mengingat sensasinya.

Helena membisikkan kepalanya bahwa yang sekarang bekerja adalah hormon kehamilannya yang naik turun bukan karna dia bergairah gara gara nerd Artie. Pikiran waras Helena berteriak untuk menjauh, menyadarkan Helena dari lamunannya.

Dia dengan cepat mengalihkan wajahnya dari tatapan Arthur dan tanpa sadar mundur kebelakang seraya memeluk dirinya untuk membentengi diri dari pengaruh maskulin Arthur. Kesempatan itu langsung dimanfaatkan Arthur. Kaki panjangnya melangkah masuk kedalam apartemen Helena kemudian menutup pintu.

Tak tahu harus berbuat apa lagi Helena pun mempersilahkan Arthur untuk duduk di sofa di ruang tamunya. Arthur dengan sikap canggung duduk disamping Helena. Menghimpitnya diujung sofa, Helena berdeham melihat tubuh kaku Arthur berada disampingnya.

"sofa ini bisa untuk lima orang."

Salah satu alis Helena naik menunjuk sofa besar itu begitu luas, mengapa Arthur harus duduk begitu dekat disampingnya. Arthur yang sadar akan maksud Helena bergegas bergeser keujung sofa yang lain.

Arthur menatap apartemen Helena yang sederhana jauh dari kesan glamour dan elegan yang selalu Helena tampilkan diluar.

Beberapa pot pot kecil berjejer di samping jendela yang lebar. Dinding Helena yang berwarna putih penuh dengan bingkai bingkai foto dan beberapa penghargaan.

"well?"

"ya?"

"bukankah kau bilang ingin 'menjelaskannya'?" Tanya Helena sembari menyandarkan kepalanya di punggung sofa.

"oh. mengenai reaksi yang kutunjukkan kemarin, aku minta maaf. Seharusnya aku tidak bereaksi seperti itu."

Helena membuang nafas, berpikir kalau dia yang berada di posisi Arthur mungkin dia juga akan melakukan hal yang sama.

Apa yang dikatakan Arthur tiga hari yang lalu itu semata mata karna keterkejutannnya dan sekarang Arthur sudah datang, meminta maaf dengan sopan padanya.

"kurasa, apa yang kusampaikan padamu benar benar mengejutkanmu."

"ya, dan aku sepenuhnya tidak salah kalau bereaksi seperti itu, kau tahu itu hal yang wajar." Jawab Arthur hati hati berusaha bersikap sopan dan bersahabat.

Helena hanya mengangguk anggukkan kepalanya tanpa menatap Arthur yang kini duduk menghadapnya.

"apa kau sudah memeriksakannya kedokter?"

Helena kembali menganggukkan kepalanya seraya menutup mata. Ia menikmati aroma Arthur yang tanpa sadar menenangkan perutnya yang tadinya begitu mual.

"apa kata dokter?"

Arthur menggerakkan tubuhnya untuk duduk dekat dengan Helena mendengarkan jawaban Helena yang lirih.

"dokter mendiagnosa aku hamil dan perkiraan hari lahirnya tanggal 14 januari."

Arthur sibuk menghitung tanggal dengan jarinya yang terentang didepan dada. Tangannya jatuh terkulai lemas disofa saat perhitungannya tepat dan tidak dapat di ganggu gugat lagi. Arthur bisa mendengar palu hakim terketuk tiga kali.

"ya, semua jelas sekarang."

"aku tidak pernah meragukannya. Tak peduli apapun pendapatmu yang melecehkanku mengenai kehidupan seksualku yang sering berganti ganti teman tidur."

"maaf atas perkataanku yang menyakitimu."

"kau tidak perlu minta maaf. Bukan hanya kau, semua orang juga menganggapku sebagai wanita murahan." Jawab Helena dengan tawa getir.

"aku tidak pernah menganggapmu seperti itu."

"walaupun kau tidak mengatakannya secara langsung tapi aku bisa dengan jelas menangkap maksud perkataanmu."

Arthur mengusap wajahnya dan mendesah keras.

"dengar helena. Dari awal aku mengenalmu hingga sekarang, aku sama sekali tidak pernah menggapmu sebagai wanita murahan."

Helena memutar matanya membuat Arthur menatapnya tajam.

"ya, aku menganggapmu pemarah dan penganggu yang menyebalkan tapi aku tidak pernah memikirkan hal sepicik itu tentangmu, oke. Bisakah kita tidak mempermasalahkan hal ini? Karna pembicaraan kita tidak maju maju dan hanya berputar putar ditempat yang sama."

Helena mendengus menatap Arthur yang masih menatapnya tajam. Arthur berdeham untuk mencairkan suasana dan menenangkan kepalanya yang mulai berdenyut denyut setiap melihat sikap jengkel Helena yang angkuh.

"apa kau berencana untuk, ehem.. aborsi?"

Helena menatap Arthur, matanya melotot tak percaya dengan apa yang didengarnya. Emosinya yang tidak stabil membuat amarahnya naik saat mendengar penghinaan yang dilontarkan Arthur.

"oh, tuhan." Helena menatap wajah gusar Arthur dengan tatapan jijik.

"Kau tahu setelah granny pergi aku tidak pernah memanggil nama tuhan. Terimakasih telah membuatku mengingatnya."

"jadi kau tidak berencana-.."

Arthur mengeryit, tenggorokannya tercekat saat akan mengucapkan kata-kata keji itu. Helena memutar matanya kemudian menggeleng sambil menghela nafas merasa tersinggung.

"tentu saja tidak. Kau pikir aku wanita seperti apa? Yang dengan tega melakukan hal sekeji itu. Dia juga memiliki kesempatan yang sama dengan kita untuk melihat dunia. Dan camkan ini di otakmu bahwa aku, wanita yang tidak suka melepaskan tanggung jawab begitu saja."

Helena menekankan kata kata terakhirnya membuat perasaan Arthur terenyuk, Arthur merasa dituduh sebagai laki laki yang suka melepaskan tanggung jawab dari perkataan Helena.

Arthur menutup mulutnya sehingga menjadi satu garis lurus mencoba menahan amarahnya yang tersulut. Sedangkan Helena langsung mengalihkan pandangannya dari Arthur untuk menutupi air mata yang mulai berlinang dimatanya.

"aku juga bukan laki laki yang suka melepaskan tanggung jawab. Aku bertanya karna saat kita bertemu tiga hari yang lalu wajahmu menunjukkan emosi seperti itu, kalah dan pasrah."

Helena hendak membantah tapi Arthur langsung angkat suara.

"aku juga tidak ingin kau melakukan hal keji itu, makanya aku datang untuk mencegah hal itu terjadi. Dan sekarang kita berdua sudah mengakui kalau bayi ini adalah tanggung jawab kita bersama."
Helena menatap Arthur yang kini berdiri didepannya. Arthur melepaskan dasinya dan melemparnya ke jasnya yang sudah tertumpuk di ujung sofa.

"sekarang, apa yang harus kita lakukan mengenai bayi ini?" Tanya Arthur menatap Helena yang bangkit dari sofa menuju dapur, mengambil air dingin dari dalam kulkas.

Arthur mengikutinya, dapur Helena benar benar luar biasa, walaupun kecil tapi penuh dengan berbagai alat alat masak yang sering dilihatnya di acara masak di televisi.

Pada Dindingnya terpasang rak rak yang terbuat dari kayu ukiran yang diisi dengan pot pot kecil berisi tanaman hijau yang belum berbunga.

Helena meneguk segelas air dingin kemudian meletakkannya kembali kemeja makan. Menatap Arthur yang masih menunggu jawabannya.

"pertama yang harus kau lakukan adalah, menikahiku."

3 komentar:

Anonim mengatakan...

Mbak dee (sok akrab banget yaa hehe) aku sehari 3x loh mbak mampir ke blog bener-bener ditunggu banget lanjutan karma circle nyaaa
PS : Please jangan bikin aku mati penasaraannnn *ROTFL

Anonim mengatakan...

Mbak dee (sok akrab banget yaa hehe) aku sehari 3x loh mbak mampir ke blog bener-bener ditunggu banget lanjutan karma circle nyaaa
PS : Please jangan bikin aku mati penasaraannnn *ROTFL

Unknown mengatakan...

makasih banyak sis udah mau berkunjung ke blog aku yang seadanya ini..^^
KC belum sempat dilanjutin karna lagi sibuk pindahan kemaren
secepatnya bakal dilanjutin^^