Helena berdiri disamping mobil Chevy pick up berwarna biru. Dia menarik keluar kacamata hitam dengan bertuliskan huruf C dan C terbalik yang saling terkait dipinggir ganggangnya untuk menghalau cahaya matahari yang menyilaukan.
Disampingnya bertengger mobil Ferrari sport berwarna merah tampak tak sebanding dengan Chevy pick up yang warna birunya sudah mengelupas dan karatan. Asap rokok keluar dari mobil Ferrari berbentuk bulat bulat.
"Dia masih lama?" tanya suara berat yang berasal dari pemilik mobil Ferrari merah.
"Sebentar lagi." jawab Helena cemberut, melihat tingkah Taylor yang notabene adalah pacarnya yang begitu tak sabaran. Sudah lebih dari sepuluh kali bibirnya mengucapkan pertanyaan yang sama membuat kuping Helena panas.
Taylor kembali menghembuskan asap rokok keluar membuat hidung Helena berjengit mencium bau tembakau yang begitu kuat. Tangan Helena menyilang didepan dadanya mencoba menahan tangannya yang sudah geram ingin memukul wajah Taylor karna membuatnya berpanas ria diluar.
Helena terpaksa keluar dari mobil karna tak tahan dengan asap rokok yang membuat paru parunya menjadi sesak. Dalam hati Helena terus memaki maki pacarnya.
Cepatlah keluar Kyle!
Teriak Helena dalam hati. Sudah tiga Minggu lebih semenjak penangkapan Kyle, barulah tuntutan Kyle dapat dicabut. Helena begitu pusing menghadapi begitu banyak prosedur dan tetek bengek hukum yang harus diurus untuk pencabutan tuntutan.
Helena membuang nafas sambil memikirkan semua yang terjadi sebulan ini. Helena benar benar tidak tahu sahabatnya memiliki rasa pada mantan pacarnya sejak lama.
Helena kecewa pada dirinya sendiri yang selalu mengatakan kalau dirinya adalah sahabat terbaik buat Joanna Hill tapi dia bahkan tidak pernah tahu mengenai perasaan terpendam Joanna selama ini dan malah jadian dengan Kyle.
Joanna berada dirumah sakit selama tiga Minggu, memulihkan kondisinya dan menutup diri dari wartawan kota yang meminta keterangannya.
Helena mengutuk kota kecil tempat dia tinggal beberapa kali, saat melihat mereka menunggu berkerumun seperti lebah di lantai dasar rumah sakit.
" Dasar! mereka kira kita siapa? para korupsi!" Helena mengintip dari jendela yang ditutupi gorden berwarna putih. Joanna hanya tersenyum lemah melihat temannya marah marah sendiri.
"Kota ini begitu tenang dan damai sehingga tak ada sama sekali berita untuk mereka makan. jadi apapun yang terjadi baik itu kucing yang kejepit sekalipun akan mereka jadikan bahan pemberitaan." jawab Joanna dengan senyum miris dibalas Helena dengan memutar mata dan melenguh.
Kondisi Joanna memang sudah jauh membaik dari sebelumnya. Demam tinggi yang membuatnya hanya bisa berbaring dan makan dari infus selama beberapa hari sudah tidak ada lagi, begitu juga dengan mual dan pusing yang dialami Joanna sebelumnya.
Tapi tidak untuk semangat dan mentalnya. Selama tiga hari setelah dia dibawa kerumah sakit, Joanna selalu berteriak memanggil manggil Kyle dengan tubuh panas yang terus memberontak membuat Helena ketakutan dan berdiri disudut kamar hanya bisa menyaksikan kesakitan Joanna.
Awalnya mereka semua mengira Joanna mengalami trauma karna penyiksaan yang telah dilakukan Kyle. Orang tua Joanna begitu marah terhadap Kyle khususnya ayah Joanna, menuntut untuk Kyle dipenjara seumur hidup.
Sampai saat Joanna mengalami serangan demam paling tinggi. Ibu Joanna yang selalu berada disampingnya mendengar kata kata igauan Joanna. Helena yang saat itu juga ada disana terkejut mendengar Joanna yang tak berhenti mengucapkan empat kata sambil menangis.
Jangan - pergi - Kyle - kumohon
Nama Kyle berulang ulang di ucapkan Joanna yang membuat ibunya dan Helena sadar apa yang sebenarnya Joanna inginkan. Ibu Joanna terus membujuk ayahnya yang begitu keras kepala untuk mencabut tuntutan.
Helena diminta ibu Joanna untuk mengurus semua masalah pencabutan tuntutan karna ayah Joanna yang tidak mau berurusan dengan si bajingan Kyle - begitulah sebutan yang diberikan ayah Joanna pada Kyle.
Helena sudah bertemu Kyle kemarin saat dia berhasil menyelesaikan semua masalah berkas berkas pencabutan.
Helena baru sadar eksperesi yang ditunjukkan Kyle saat duduk dihadapannya sama dengan Joanna saat melamun, terlihat begitu tersiksa dan kosong.
Kyle hanya meminta Helena untuk datang lagi besok, saat dia keluar dari penjara dengan membawa mobil Chevy pick up-nya setelah Helena mengatakan mengenai keadaan Joanna dan pencabutan semua tuntutan yang ditujukan padanya.
Helena hampir berteriak saat melihatnya kembali masuk kedalam diantar seorang sipir.
Bagaimana bisa dia hanya menanyakan mobil bututnya disaat Joanna sekarat membelanya mati matian?! apa dia tidak penasaran dengan keadaan Joanna? apa dia tidak merasa bersalah? Apa Kyle tidak mencintai Joanna?
Helena masih ingin menanyakan hal itu sekarang. Matanya tertuju pada sosok laki laki dengan rambut panjang berantakan dan jaket lusuh terpasang dibadannya. Wajah pucat dengan lingkaran hitam dibawah mata tercetak jelas diwajah Kyle.
Taylor keluar dari mobil saat melihat sosok Kyle dari kaca spion mobilnya, berdiri dibelakang Helena berlagak menjadi bodyguard Helena. Ya, dengan tubuh sebesar gorila profesi itu sangat cocok untuknya.
"Kunci?"
Kata pertama yang diucapkan Kyle saat berdiri didepan Helena, menatap gadis tinggi itu dan Taylor yang tak kalah tingginya bergantian. Helena memutar matanya mendengar nada acuh Kyle.
"Didalam mobilmu. Kau akan melihat keadaan Joanna kan?" mata Helena menyipit menyelidik Kyle. Kyle mengalihkan tatapannya dan mengambil sebuah amplop berwarna putih dari saku celananya.
"Apa ini?" Helena mengambil amplop yang diberikan Kyle.
"Berikan pada Joanna." Kyle membuka pintu mobil Chevynya yang berada disamping Helena. Helena mengangkat sebelah alisnya menatap Kyle yang masuk kedalam mobil dan menghidupkan mesin mobil.
"Tunggu! kau mau kemana?" Kyle hanya diam bahkan tak menoleh kearah Helena.
"Kau harus melihatnya! dia begitu peduli padamu Kyle! jangan jadi pengecut dan brengsek, kau akan membuatnya semakin terpuruk!" Helena berteriak pada mobil Kyle yang terus melaju.
"Dasar brengsek! pengecut! pecundang!" kata kata kotor terus keluar dari bibir Helena. Taylor yang berdiri dibelakangnya hanya menunduk menyembunyikan diri dari tatapan orang yang menonton aksi Helena.
"Calm Down" ujar Taylor menyentuh bahu Helena. Helena yang terbakar amarah menepis sentuhan Taylor. Menatap marah pada Taylor sambil berjalan menuju mobil dan menghempaskan pintu mobil dengan keras. Taylor hanya bisa menelan ludah buru buru mengikuti Helena.
*****
Lututku bertekuk didepan dadaku, pipi kanan kusandarkan pada lutut menatap arah pintu. Jantungku selalu berdegup kencang setiap mendengar langkah kaki mendekat kearah pintuku.
Sudah dua jam aku menunggu kedatangannya, berharap akhirnya dapat melihat wajah yang kunantikan berdiri didepan pintu, tersenyum hingga lesung pipinya terlihat dan poninya yang panjang menutupi alisnya yang tebal.
Aku berdoa setiap jam, menit hingga detik benar benar berharap dia akan datang dan memelukku, membelai rambutku, mengecup dahiku dan tangannya yang menepuk pelan punggungku seperti biasanya saat dia menenangkanku.
Kepalaku tegak saat mendengar suara langkah kaki menuju kamarku. suara langkah kaki berhenti didepan pintu kemudian terdengar suara perempuan dan laki laki sedang berbicara.
Pintupun terbuka aku memajukan badanku untuk melihat siapa yang datang. mom masuk duluan, dengan tersenyum padaku membuat hatiku melambung.
Mungkinkah?!
"Honey, Uncle Arthur datang untuk menjengukmu"
mom menyuruh laki laki tinggi dibelakangnya masuk. laki laki itu memakai kacamata berbentuk segi panjang bertengger dihidung mancungnya. senyum manis laki laki itu mengejutkanku.
" Artie!" Arthur langsung memeluk tubuhku yang berdiri dengan lutut diatas tempat tidur.
"Hai baby girl" Arthur melepaskan pelukannya untuk melihat wajahku kemudian mengecup pipiku.
"Kemana pipi chubby mu? Kau bilang kau paling anti dengan namanya diet?"
Aku mengaduh saat Arthur mencubit pipiku. Arthur hanya tertawa melihatku yang kesakitan.
"Sakit Artie. kukira kau masih di London mengurus pekerjaanmu yang membosankan itu?"
Artie adalah adik mom paling kecil. Umurku dan umurnya hanya berjarak enam tahun yang membuatku menganggapnya lebih seperti kakak dibanding paman. mom dan dad memiliki aku saat mereka berada ditahun tahun cemerlang dalam pekerjaan mereka. membuatku selalu dititipkan ditempat grandma dan Artielah yang menjagaku. Setiap hari libur, Artie selalu menginap dirumah untuk menjagaku karna kedua orang tuaku yang begitu sibuk dengan pekerjaan.
Artie hanya menggeleng sambil tersenyum lemah padaku.
"Aku disini karna kau membutuhkanku"
aku kembali memeluk tubuh Artie yang dibalut kemeja putih dan jas abu abu. Mom kemudian meninggalkan kami berdua yang sedang asyik mengobrol. Artie tidak menanyakan apa yang terjadi padaku dan itu membuatku nyaman.
Artie menceritakan mengenai pekerjaannya dan beberapa lelucon yang didapatnya dari teman teman kantornya.
Sejenak aku rasa aku bisa melupakan masalahku, sejenak aku rasa aku bisa melupakan wajahnya, melupakan dia yang tersenyum, dia yang marah, dia yang menangis, dia yang bernyanyi. hanya sejenak dan bayang bayang ingatan saat bersamanya muncul kembali.
Akankah dia merasakan hal yang sama? atau hanya aku yang kembali jatuh untuk kedua kalinya? memendam rasa dan merindukannya.
Artie bisa melihat kesedihanku, saat aku tiba tiba terdiam kembali kosong. tangan Artie naik menangkup kedua pipiku. Artie duduk diatas tempat tidur, disampingku. memeluk tubuhku yang kaku kedalam dekapannya yang hangat.
Cukup lama kami diam, tidak ada yang bergerak dan tak ada satu patah kata pun keluar dari kami berdua. Kepalaku kembali tegak saat mendengar suara ribut ribut dari arah luar. Derap langkah kaki mereka berhenti didepan kamarku. Pintu terbuka dan kulihat punggung Helena membelakangiku.
"Pergilah Taylor! kita putus dan jangan pernah menunjukkan wajahmu padaku lagi! bawa badan besarmu pergi dari sini!"
Amukan Helena menyebabkan orang orang yang berada disekitar kamarku keluar menyuruhnya mengecilkan suara. Helena hanya mengacungkan jari tengahnya pada Taylor yang membuatku bisa mendengar perawat perawat yang lewat mengeluarkan suara seperti orang yang tercekik. Dia langsung menghempaskan pintu saat Taylor sudah pergi sambil menyebutkan kata kata kotor untuk Helena.
Helena terkejut saat melihat Artie berada disampingku. Artie menaikkan salah satu alisnya saat menyaksikan tingkah Helena. Helena menyilangkan kedua tangannya didepan dada seperti menantang Artie.
"Oh, ternyata cuma si Nerd Artie."
Artie hanya memutar matanya menanggapi tingkah Helena. Helena adalah tetanggaku sudah pasti dia mengenal Artie. Helena selalu marah saat Artie datang menginap dirumahku. dia bilang Artie mendominasiku sehingga Helena tidak bisa bermain denganku.
Artie sebenarnya selalu was was saat aku berteman dengan Helena, Artie selalu bilang saat dia menelponku untuk tidak terlalu dekat dengan Helena karna Helena anak yang suka memanipulasi orang orang disekitarnya. Makanya setiap liburan Artie akan datang menginap untuk menjauhiku dari Helena.
Aura permusuhan mulai memancar dari tubuh Helena. Sedangkan Artie hanya acuh menganggap Helena tidak ada. aku bisa merasakan tanduk mulai tumbuh keluar dari kepala Helena dengan cepat aku mengalihkan arah pembicaraan.
"Apakah Kyle baik-baik saja?" Tanyaku menatap wajah Helena yang tiba tiba menjadi semakin marah. Helena mengambil sebuah amplop dari tasnya. aku mengambil amplop tersebut membolak baliknya untuk mencari nama pengirim tapi tidak ada. aku kembali menatap Helena yang mengangguk.
"Dia menyuruhku menyerahkan ini padamu."
Helena melirik kearah Artie. dagunya bergerak menunjuk kearah pintu, meminta Artie ikut keluar dengannya.
Artie pun turun dari tempat tidur mengikuti Helena yang keluar meninggalkanku sendiri.
"Dia tidak akan datang?" tanya Artie pada Helena saat mereka ada diluar kamarku, Helena hanya mengangkat bahunya.
"Kau mau minum kopi?" tanya Helena pada Artie yang kembali menaikkan alisnya menilai gelagat Helena. Helena memutar matanya.
"Terserah, tapi biarkan dia sendiri dulu. dia butuh waktu." kata Helena meninggalkan Artie yang bersandar di depan pintu kamarku sambil menghela nafas.
TBC

Tidak ada komentar:
Posting Komentar