Rabu, 19 Februari 2014

Karma Circle (chapter 2)

Peringatan!
Benar benar peringatan keras!
Edisi dewasa
Bagi yang belum akil baliq
diharapkan untuk tidak membaca cerita ini
__________________________
"Kau sakit? wajahmu kelihatan pucat."

Lusy yang baru selesai bicara dengan instruktur baru yoga mereka menghampiri Helena yang sibuk melap wajahnya yang penuh keringat dengan handuk kecil.

"Aku sedang tidak enak badan." jawab Helena.


"Kau tidak kedokter?" tanya Lusy sembari meneguk air dingin dari botol minumannya.

Helena menggelengkan kepalanya membuat rambut hitamnya yang diikat ekor kuda bergoyang menyentuh punggungnya.

Mana mungkin dia kedokter, dia paling benci tempat yang dinamakan rumah sakit ataupun klinik.

"Sepertinya hanya tensi rendah. Eww, bau apa itu?"

Hidung mancung Helena mengeryit. Bau yang menyengat membuat perutnya mulai bergolak.

Helena mulai pusing sudah beberapa hari ini dia susah makan karna perutnya yang tidak mau menerima asupan sedikitpun. Setiap Helena paksakan untuk makan perutnya akan semakin bergolak dan akhirnya makanan yang masuk langsung keluar.

Lusy, teman yoga Helena menoleh kearah bau yang membuat Helena mual. Tampak segerombolan wanita sedang asyik mengobrol. Lusy mendekat kesana mencari tahu asal bau.

"apa itu?" tanya Helena pada Lusy yang kembali duduk disamping Helena.

"hanya ibu ibu muda, berkumpul saling pamer masakan dan pengalaman." jawab Lusy.

"Baunya begitu menyengat membuatku mual."

Helena meneguk air untuk mengurangi rasa pahit ditenggorokannya akibat asam lambungnya yang naik.

"Itu hanya bau sandwich tuna. Kau pernah memakannya." keluh Lusy. Helena hanya mengangkat kedua bahunya.

"Oh ya? Entah kenapa perutku mual hanya dengan mencium baunya?" tanya Helena heran pada dirinya sendiri. Lusy hanya memutar matanya.

"Ada apa dengan Fransiska? kenapa dia tidak masuk?" tanya Helena pada Lusy yang sempat mengobrol dengan instruktur baru.

"Fransiska sedang hamil dan kehamilannya sangat lemah jadi dia harus banyak beristirahat dirumah." Jawab Lusy tersenyum miris menatap Helena.

"Urg, aku jadi takut sendiri setiap mendengar kata kata itu belakangan ini." Helena bergidik ngeri.

"hamil maksudmu?" Tanya Lusy. Helena menganggukkan kepalanya.

"Makanya menikah Helena, jadi kau tidak akan terasa asing dengan kata itu." Lusy menyenggol bahunya sambil terkikik geli melihat Helena yang memutar matanya mendengar jawaban Lusy.

Kata menikah adalah kata terakhir yang dilakukannya kalau dia sudah benar benar putus asa hidup sendiri.

*****

Helena berdiri diantara kotak kotak segi panjang kecil yang sudah terbuka berserakan didekat kakinya. Sepuluh stik berwarna putih berada ditangannya yang gemetaran tak percaya dengan kenyataan telak yang terpampang didepan wajahnya.

Pusing mulai membuat tubuhnya limbung hingga mual kembali muncul. Helena Langsung berlari menuju kamar mandi dan mengeluarkan semua makanan yang sempat dicernanya tadi siang. Membiarkan sepuluh testpack berwarna putih berserakan dilantai dengan tanda plus merah ditengahnya.

Helena terduduk lemas dilantai kamar mandi mencoba mengingat semua laki laki yang pernah berhubungan badan dengannya selama sebulan belakangan ini.

Seth, mantan pacar Helena. mereka terakhir kali bertemu diakhir bulan yang lalu dan mereka bahkan tidak sempat berhubungan badan karna Helena yang memutuskan hubungan sebelum mereka sampai di apartemen

Seth. Lagi pula Seth selalu memakai pengaman, karna dia memiliki prinsip yang sama dengan Helena.

Seth- coret dari list

Luke, partner sexnya. Terakhir kali mereka bertemu pertengahan bulan ini dan mereka juga tidak melakukan hubungan badan karna Luke lupa membawa pengaman dan Helena tidak mau mengambil resiko.
Helena mencoba mengingat ingat, kapan terakhir kali dia dan Luke melakukan sex. Pikiran Helena melayang kehari sebelum Helena memutuskan hubungan dengan Seth.

Ya, mereka berhubungan badan tapi Luke memakai pengaman saat itu. Helena mengingat jelas karna dia yang memasangkannya.

Mungkinkah pengamannya tidak berfungsi?

Helena menggigit kukunya mulai merasa cemas dan ketakutan. Tanpa sadar matanya menatap kearah pintu kamar mandi yang terbuka menatap topeng bercorak yang tergantung di dinding kamarnya. Oleh oleh dari perjalanan bulan madu Joanna dan Kyle setelah acara pernikahan mereka sebulan yang lalu.

Pernikahan Joanna dan Kyle

Joanna dan Kyle

Joanna!

Pikiran Helena terbuka dan teringat kejadian saat malam pernikahan Joanna. ingatannya mulai muncul satu persatu membuatnya terperangah.

Bisa bisanya aku melupakan malam itu. malam kebodohan yang berlipat lipat!

***

Flashback

"kau cantik Joanna."

Helena memandang pantulan sahabatnya yang begitu bahagia dari cermin besar di dalam kamar. Joanna tampak seperti peri.

Kulit putihnya berseri seri dalam balutan gaun pengantin putih. Helena mendekat dan memegang tangan Joanna.

"kau tahu Joanna. Kau masih punya kesempatan untuk membatalkan pernikahan ini."

Perkataan Helena membuat Joanna terperangah kemudian terkikik geli. Joanna melepaskan tangannya dari genggaman Helena kemudian menggenggamm tangan Helena.

"jangan merusak acaraku, Helena." Joanna mengucapkan kata katanya sambil tersenyum pada Helena yang membuat Helena bergidik dan melepaskan genggaman Joanna.

"aku hanya mau memperingatimu, sebelum semua menjadi terlambat."

"oh, terimakasih atas peringatannya Helena."

Helena menyipitkan matanya. Bertekad membuat sahabatnya menjadi ragu.

"jangan datang padaku dan menangis saat apa yang kubilang hari ini terjadi padamu esoknya."

"aku yakinkan padamu hari itu tidak akan pernah terjadi."

Helena menjulurkan lidahnya, mengejek jawaban Joanna. Kemudian keluar meninggalkan Joanna yang kembali terkikik geli dalam kamar.

Helena berjalan menuju taman dimana dekorasi pesta sudah terpasang apik. Sederhana tapi manis itu yang Helena rasakan dari suasana pernikahan joanna.

Mawar mawar putih terangkai di tiang tiang gerbang yang melengkung dan Karpet berwarna merah terbentang hingga altar, Disampingnya berjejer kursi kursi untuk para tamu. Helena bergegas mencari tempat duduk didepan untuk melihat langsung prosesi pernikahan Joanna.

Didepan altar berdiri Kyle yang memakai setelan tuksedo hitam. Wajah tampannya terus tersenyum bahagia menampilkan lesung pipi saat berbicara dengan paman Joanna, Arthur. Helena melengos ketika melihat kacamata kuno masih bertengger dihidungnya.

Beberapa pria yang Helena kenal sebagai teman Kyle menatap tubuhnya yang dibalut gaun satin berwarna biru langit yang lembut. rambutnya di gulung keatas menampilkan leher jenjangnya yang memikat.

Wajah cantiknya semakin bersinar dengan polesan makeup. Giwang mutiara bertengger ditelinganya, membuat sosoknya semakin susah dihindari untuk diabaikan.

Helena memasang senyum menggoda dibibirnya ketika membalas tatapan mereka. Kemudian kembali menghadap kearah Kyle.

Prosesi pernikahan berlangsung dengan hikmad. Helena tak bisa menahan air mata bahagia untuk sahabatnya. mereka semua bertepuk tangan saat kedua pasang suami istri itu diperbolehkan untuk berciuman.

Acara kembali berlanjut, hidangan dan musik sudah melengkapi acara. Terdengar suara dentingan gelas. ayah Joanna berdiri meminta perhatian para tamunya untuk diam.

Ayah Joanna memberikan sepatah dua patah kata kepada anaknya dan menantunya. beberapa lelucon mengenai Joanna waktu kecil terselip dipidatonya. Joanna memerah tampak malu tapi Kyle yang duduk disampingnya tertawa dan mencubit hidung istrinya.

"Aku serahkan Joanna padamu Kyle untuk kau bahagiakan, kalau sampai aku melihat airmata sedih mengalir dipipi chubbynya. Kau akan berurusan denganku."

"Yes sir! bisa ku pastikan hanya air mata bahagia yang mengalir di mata indahnya." Kyle bangkit dari duduknya, berdiri dengan tegap memandang mertuanya.

Setelah pidato ayah Joanna, Arthur berdiri sambil tersenyum kearah keponakan tersayangnya. Arthur memberikan nasihat pada Kyle cara menangani Joanna yang bisa sangat keras kepala. diikuti gelak tawa dan riuh tepuk tangan saat mendengar Arthur berbicara.

"Cinta adalah sebuah keputusan, itu adalah sebuah janji. Jika cinta hanya sekedar perasaan maka tidak akan ada dasar untuk berjanji saling mencintai selamanya. Sebuah perasaan akan datang dan mungkin akan pergi tapi ingat, cinta sejati akan tetap bertahan."

Arthur tersenyum lembut kepada kedua mempelai yang menghayati setiap kata yang diucapkan Arthur. Kyle menggenggam tangan Joanna, matanya menyiratkan sesuatu pada Joanna yang merebahkan kepalanya kedada Kyle.

"Mari kita bersulang untuk kedua mempelai yang berbahagia ini."

Arthur mengangkat gelasnya keatas sambil mengedarkan pandangan keseluruh tamu yang ikut mengangkat gelasnya dengan senyum mengembang di wajah mereka.

Pandangannya berhenti kearah Helena yang membalas tatapannya sambil bergumam tanpa suara padanya.

'Not bad'

Sudut bibir Arthur naik menerima pujian tak ikhlas dari Helena. mereka berdua meneguk habis minuman masih tetap saling bertatapan.

****

Alunan melodi romantis mengalun diruangan. Para tamu yang berpasangan sibuk berdansa. Beberapa tamu lainnya saling mengobrol dan bercengkrama.

Arthur muncul menganggu pasangan Kyle dan Joanna yang saling berpelukan ditengah kerumunan tamu yang berdansa.

Menarik Joanna untuk berdansa dengannya. Kyle dengan tawa geli menyerahkan pengantinnya yang
cemberut pada pamannya. Kyle keluar dari kerumunan dan mendapati Helena datang kearahnya.

"Mau berdansa?"

Kyle cukup lama terdiam, kemudian menyambut uluran tangan Helena. Helena membawa kedua tangan kaku Kyle untuk bersandar di pinggangnya dan kedua tangannya melingkar dileher Kyle.

"Masih seagresif biasanya Helena." Helena tertawa kecil mendengar sindiran Kyle.

"Kau tahu aku dengan baik." jawab Helena.

Mereka diam cukup lama. Tubuh Kyle yang kaku tiba tiba menjadi rileks dan terkikik. Kyle membawa tubuh Helena untuk semakin menempel padanya. Helena mengangkat kepalanya heran menatap senyum Kyle.

"Jangan lepaskan pelukanmu." bisik Kyle ditelinga Helena.

Helena mengerjap beberapa kali tak yakin dengan yang diucapkan suami sahabatnya. Tiba tiba pundak Helena disentuh lebih tepatnya dicengkeram.

Joanna muncul dibelakangnya dengan wajah marah. Kyle melepaskan kedua tangannya dari pinggang Helena sambil menyeringai. Joanna menyipit menatap wajah Helena yang bingung kemudian suaminya yang terus tersenyum.

Kyle meraup tubuh Joanna dan langsung menciumnya. Mata Joanna terbelalak saat Kyle melepaskan ciumannya, masih dengan seringaian diwajahnya. Ibu jari Kyle mengusap bibir bawah Joanna yang basah.

"Aku selalu suka melihat wajah cemberutmu."

Kyle memeluk tubuh Joanna sedangkan Helena yang dari tadi berdiri disamping mereka memutar matanya jengah melihat aksi mereka. Arthur datang untuk meminta Joanna kembali berdansa dengannya.
Joanna mengambil tangan pamannya dan tangan Helena kemudian menyuruh mereka saling berhadap hadapan.

"Tolong jaga pamanku."

Joanna dan Kyle kemudian pergi keluar dari pesta meninggalkan mereka berdua yang terdiam. Arthur membuang nafas membuat Helena kesal padanya. Arthur memegang pinggul Helena dan membawa tubuhnya mendekat. Helena terkejut tanpa sadar kedua tangannya bersandar di dada Arthur.

"Apa boleh buat. Aku terpaksa karna aku begitu ingin berdansa." keluh Arthur. Helena melengos menatap kesal Arthur

"Seharusnya aku yang mengatakan itu, Pak tua." sindir Helena. Mata Arthur menyipit dari balik kacamatanya.

"Aku belum terlalu tua, gadis kecil."

"Oh ya, berapa umurmu? biar ku tebak 37? 40? Ah, 45?"

Helena semakin mendekatkan tubuhnya membuat payudaranya menempel erat di dada Arthur.

"30. Jangan menambah umurku seenaknya."

"really?! Oh my god, look at you… ckck.” Helena menilai penampilan Arthur dari atas hingga kebawah kemudian berdecak. Membuat Arthur kesal.

Sebenarnya tak ada yang salah dengan penampilan Arthur. Dia hanya terlalu formal. Selalu memakai setelan jas yang dikancing, sepatu yang mengkilap, gagang kacamata yang kuno dan rambut yang disisir rapi.

“oh, ya? Aku rasa tidak ada yang salah dengan penampilanku yang memang mencerminkan penampilan pria dewasa.” Helena memutar matanya jengah.

“ Coba lihat dirimu sendiri. Penampilanmu selalu membuatmu terlihat lebih tua dariku.” Kini giliran Arthur yang mengamati penampilan Helena dari atas hingga kebawah kemudian berdecak. Membuat Helena semakin geram. Arthur menarik tangan Helena dan memutar tubuhnya kembali mendekat ketubuh Arthur. Alisnya melengkung melihat eksperesi yang ditampilkan Helena.

“kenapa? kau tidak terbiasa melawan pria dewasa?” Tanya Arthur dengan nada yang mengejek.

“bisa kuyakinkan padamu aku sudah sangat terbiasa dengan kalian yang mengaku sebagai pria dewasa. Tapi mungkin dirimu-lah yang tidak terbiasa dengan gadis berpengalaman.” Bisik Helena yang kini kembali memegang obor kemenangan. Arthur mendekatkan wajahnya ke Helena, menyisakan jarak berapa senti diantara mereka. Helena bisa merasakan deru nafas Arthur diwajahnya.

“kau harus mencoba dulu sebelum memberikan penilaian, miss Hugo.” Bibir mereka hampir bersentuhan disetiap kata yang diucapkan Arthur. Membuat Helena berusaha menahan nafasnya untuk tak mendesah akibat panas yang dialirkan Arthur akibat kedekatan mereka.

Alunan music berhenti dan para pelayan pun masuk membawa minuman diatas nampan. Seorang pelayan berhenti disamping mereka menawarkan minuman. Arthur dan Helena yang kini sudah tak berdekatan lagi saling berhadapan mencoba mengontrol emosi masing masing.

Arthur dan Helena mengambil minuman serentak dan langsung menegak habis. Arthur kembali mengambil minuman kedua. Helena yang tak mau kalah, mengambil minuman kedua, ketiga dan keempat dan langsung menegaknya.

***

“hihi, kau tahu bukan seperti itu. hik.” Helena yang duduk diatas tubuh Arthur terkikik. Arthur tampak berantakan karna perbuatannya, masih memakai dasi dengan kemeja yang sudah terbuka. Tangan Arthur yang berada di payudara Helena kembali terjatuh kesamping tubuhnya.

“biarkan aku melakukannya sendiri, kau tak perlu mendikteku.” Mulut Arthur mengerucut kedepan, cemberut dangan wajah yang merah akibat terlalu banyak meminum minuman beralkohol.

Arthur menjauhkan tubuhnya dari Helena dan memunggunginya. Helena masih terkikik geli sambil cegukan melihat Arthur yang cemberut. Helena memeluk tubuh Arthur dari belakang, menyandarkan kepalanya kebahu Arthur.

“baiklah, hik. Lakukan apa yang kau mau Artie. Hik.” Arthur langsung bangkit dan menghimpit tubuh Helena yang hanya dibalut celana dalam berenda. Wajahnya yang merah menyeringai, tampak menggemaskan dengan kacamata miring dan rambut berantakan.

Tangan Helena naik melepaskan kacamata Arthur yang menganggu. Warna mata Arthur membuat tubuhnya terasa aneh, warna hijau dengan iris yang berwarna kuning. Helena tidak suka dengan perasaan aneh yang ditimbulkan Arthur  dan kembali memasangkan kacamata ketempatnya semula.

“jangan lepaskan kacamatamu.” Perintah Helena membuat Arthur bingung.

“kacamata ini menganggu.” Arthur melempar kacamatanya kesudut tempat tidur menampilkan matanya yang membuat Helena gelisah. Helena memutar tubuhnya menelungkup untuk mengambil kacamata Arthur.

Tangan Arthur langsung meremas payudara Helena dan membawa tubuh Helena untuk duduk dipangkuannya. Helena mengerang akibat sentuhan brutal Arthur, jari jarinya yang panjang memainkan puting Helena hingga mengeras.

“arrghh.. Artie, tunggu.. hmm..ahh..kaca..” kata kata yang diucapkan Helena berbaur dengan desahan dan erangannya. Lidah Arthur mendarat dibelakang telinganya dimana titik sensitive Helena berada. Kepala Helena menengadah bersandar kebahu Arthur, tangannya berada dikepala Arthur, membuat rambut Arthur semakin berantakan.

Salah satu tangan Arthur turun menyentuh perut Helena dan turun lagi masuk kedalam celana dalam Helena. Jari jari panjang Arthur bermain disana membangkitkan gairah Helena.

“kau sudah sangat basah.” Arthur mencium bibir Helena yang terbuka. Menyusupkan lidahnya kedalam mulut Helena.

“Artie..ahh.. Artie..hmm.. aku sudah..”

“keluarkan Helena, aku ingin melihatmu.”

Arthur semakin cepat menggerakan jari jarinya yang berada didalam tubuh Helena. Tubuh Helena melengkung kebelakang membuat payudara montoknya membusung, menampilkan tubuh terindah yang pernah Arthur lihat, membuat ereksi Arthur mengeras.

Helena berteriak dan mendesahkan nama Arthur saat dia mencapai pelepasannya. Arthur kembali meraup bibir Helena, menciumnya. Tangan Helena turun kebelakang tubuhnya menyentuh kejantanan Arthur yang membesar.

“giliranmu.” Arthur mengerang saat tangan hangat Helena menyentuh kejantanannya yang masih bersembunyi didalam celananya. Arthur mengambil tangan Helena menghentikan usapannya.

“tidak. Aku ingin memuaskan diriku, didalammu”

Arthur kembali membawa tubuh Helena telungkup ditempat tidur. Melepaskan celana dalam berenda milik Helena dan buru buru melepaskan celananya dan menjatuhkan semua pakaian mereka kelantai.
Arthur membungkukkan tubuhnya  mencium leher belakang Helena turun kepunggungnya, tangannya menggerayangi perut datar Helena. Helena mengerang, tangannya mencengkram seprai dibawahnya. Tangan Arthur menaikkan pinggul Helena keatas, membuka kakinya dan memosisikan kejantanannya yang tegang didepan pintu organ intim Helena.

Cairan Helena membuat kejantanan Arthur dengan mudah masuk. Arthur menggerakkan pinggulnya, membuat kejantanan keluar masuk.

“Helena, kau begitu… nikmat, ahh..” Arthur menggeram merasakan sensasi tubuh bawah Helena yang begitu kuat menghisapnya.

Helena ikut menggerakkan pinggulnya mencoba menemukan irama dari gerakan Arthur yang kuat dan cepat. Mencoba memuaskan mereka berdua. Helena bisa merasakan suara nafas Arthur  yang terengah engah disela sela geramannya. Helena terpekik saat kejantanan Arthur menyentuh mulut rahimnya. Membuatnya berada ditepi orgasme.

“Artie..!” Helena memekik ketika klimaks mengerubunginya. Dinding organ intim Helena mengetat dan membuat Arthur mendesis saat cairan panasnya menyebur bagian dalam Helena kemudian tubuhnya terjatuh menyusul Helena yang terlelap dibawahnya.

***

Helena dan Arthur tebangun bersamaan mereka langsung bangkit dari tempat tidur yang kacau balau dengan keadaan telanjang. Mereka terpekik saat melihat kondisi masing masing, saling berebut selimut untuk menutupi tubuh polos mereka.

Helena dengan cepat menarik selimut menutupi tubuhnya, Arthur yang kebingungan mengambil bantal dan menutupi tubuh bagian bawahnya. Helena mencoba bersikap tenang sedangkan Arthur mengacak acak rambutnya tampak kebingungan. Arthur mengambil kacamatanya yang tergeletak disudut tempat tidur. Helena berdeham untuk memulai pembicaraan.

“dengar, yang kita lakukan tadi malam benar benar membingungkan.” Arthur mengernyitkan dahinya kemudian mengangguk.

“kita dalam kondisi mabuk berat tadi malam.”

“iya, mabuk berat.” Jawab Arthur mem-beo sembari mengedarkan seluruh pandangannya ke lantai berusaha mencari pakaiannya.

“dan kita sama sekali tidak mengingat apa yang kita lakukan tadi malam.”

Helena dan Arthur saling menatap. Mereka berdua bisa mengingat jelas dengan apa yang mereka lakukan tadi malam. Mereka menggelengkan kepala berusaha menepis ingatan itu.

“ya. Kita tidak mengingat apa-apa.” Jawab Arthur tegas.

“jadi, mari kita lupakan semua ini dan anggap ini tidak pernah terjadi.” Helena mengulurkan tangannya meminta persetujuan kesepakatan dari Arthur.

“ya. Aku setuju.” Arthur menerima uluran tangan Helena.

***

Helena terbangun dari lamunannya mendapati handphonenya bordering. Wajah Joanna terpasang dilayarnya. Helena membuang nafas berat dan menerima panggilan telepon Joanna.

‘hai girls! Kami menunggumu di rumah malam ini.” Teriak Joanna.

“hmm Joanna, apa Artie ikut?” Tanya helena cemas.

“ya. Aku baru saja menghubunginya, dia sedang dalam perjalanan menuju kesini.” Helena mencoba menelan ludahnya untuk meredam tenggorokannya yang kering.

“ada apa helena?” Tanya Joanna bingung dengan helena yang begitu lama terdiam tak menanggapinya seperti biasa.



1 komentar:

Unknown mengatakan...

silakan komentarnya^^