Peringatan!
Benar benar peringatan keras!
Edisi dewasa
Bagi yang belum akil baliq
diharapkan untuk tidak membaca cerita ini
__________________________
"Kau sakit? wajahmu kelihatan pucat."
Lusy
yang baru selesai bicara dengan instruktur baru yoga mereka menghampiri
Helena yang sibuk melap wajahnya yang penuh keringat dengan handuk
kecil.
"Aku sedang tidak enak badan." jawab Helena.
"Kau tidak kedokter?" tanya Lusy sembari meneguk air dingin dari botol minumannya.
Helena menggelengkan kepalanya membuat rambut hitamnya yang diikat ekor kuda bergoyang menyentuh punggungnya.
Mana mungkin dia kedokter, dia paling benci tempat yang dinamakan rumah sakit ataupun klinik.
"Sepertinya hanya tensi rendah. Eww, bau apa itu?"
Hidung mancung Helena mengeryit. Bau yang menyengat membuat perutnya mulai bergolak.
Helena
mulai pusing sudah beberapa hari ini dia susah makan karna perutnya
yang tidak mau menerima asupan sedikitpun. Setiap Helena paksakan untuk
makan perutnya akan semakin bergolak dan akhirnya makanan yang masuk
langsung keluar.
Lusy, teman yoga Helena menoleh kearah bau yang
membuat Helena mual. Tampak segerombolan wanita sedang asyik mengobrol.
Lusy mendekat kesana mencari tahu asal bau.
"apa itu?" tanya Helena pada Lusy yang kembali duduk disamping Helena.
"hanya ibu ibu muda, berkumpul saling pamer masakan dan pengalaman." jawab Lusy.
"Baunya begitu menyengat membuatku mual."
Helena meneguk air untuk mengurangi rasa pahit ditenggorokannya akibat asam lambungnya yang naik.
"Itu hanya bau sandwich tuna. Kau pernah memakannya." keluh Lusy. Helena hanya mengangkat kedua bahunya.
"Oh
ya? Entah kenapa perutku mual hanya dengan mencium baunya?" tanya
Helena heran pada dirinya sendiri. Lusy hanya memutar matanya.
"Ada apa dengan Fransiska? kenapa dia tidak masuk?" tanya Helena pada Lusy yang sempat mengobrol dengan instruktur baru.
"Fransiska
sedang hamil dan kehamilannya sangat lemah jadi dia harus banyak
beristirahat dirumah." Jawab Lusy tersenyum miris menatap Helena.
"Urg, aku jadi takut sendiri setiap mendengar kata kata itu belakangan ini." Helena bergidik ngeri.
"hamil maksudmu?" Tanya Lusy. Helena menganggukkan kepalanya.
"Makanya
menikah Helena, jadi kau tidak akan terasa asing dengan kata itu." Lusy
menyenggol bahunya sambil terkikik geli melihat Helena yang memutar
matanya mendengar jawaban Lusy.
Kata menikah adalah kata terakhir yang dilakukannya kalau dia sudah benar benar putus asa hidup sendiri.
*****
Helena
berdiri diantara kotak kotak segi panjang kecil yang sudah terbuka
berserakan didekat kakinya. Sepuluh stik berwarna putih berada
ditangannya yang gemetaran tak percaya dengan kenyataan telak yang
terpampang didepan wajahnya.
Pusing mulai membuat tubuhnya limbung
hingga mual kembali muncul. Helena Langsung berlari menuju kamar mandi
dan mengeluarkan semua makanan yang sempat dicernanya tadi siang.
Membiarkan sepuluh testpack berwarna putih berserakan dilantai dengan
tanda plus merah ditengahnya.
Helena terduduk lemas dilantai kamar
mandi mencoba mengingat semua laki laki yang pernah berhubungan badan
dengannya selama sebulan belakangan ini.
Seth, mantan pacar
Helena. mereka terakhir kali bertemu diakhir bulan yang lalu dan mereka
bahkan tidak sempat berhubungan badan karna Helena yang memutuskan
hubungan sebelum mereka sampai di apartemen
Seth. Lagi pula Seth selalu
memakai pengaman, karna dia memiliki prinsip yang sama dengan Helena.
Seth- coret dari list
Luke,
partner sexnya. Terakhir kali mereka bertemu pertengahan bulan ini dan
mereka juga tidak melakukan hubungan badan karna Luke lupa membawa
pengaman dan Helena tidak mau mengambil resiko.
Helena mencoba
mengingat ingat, kapan terakhir kali dia dan Luke melakukan sex. Pikiran
Helena melayang kehari sebelum Helena memutuskan hubungan dengan Seth.
Ya, mereka berhubungan badan tapi Luke memakai pengaman saat itu. Helena mengingat jelas karna dia yang memasangkannya.
Mungkinkah pengamannya tidak berfungsi?
Helena
menggigit kukunya mulai merasa cemas dan ketakutan. Tanpa sadar matanya
menatap kearah pintu kamar mandi yang terbuka menatap topeng bercorak
yang tergantung di dinding kamarnya. Oleh oleh dari perjalanan bulan
madu Joanna dan Kyle setelah acara pernikahan mereka sebulan yang lalu.
Pernikahan Joanna dan Kyle
Joanna dan Kyle
Joanna!
Pikiran
Helena terbuka dan teringat kejadian saat malam pernikahan Joanna.
ingatannya mulai muncul satu persatu membuatnya terperangah.
Bisa bisanya aku melupakan malam itu. malam kebodohan yang berlipat lipat!
***
Flashback
"kau cantik Joanna."
Helena memandang pantulan sahabatnya yang begitu bahagia dari cermin besar di dalam kamar. Joanna tampak seperti peri.
Kulit putihnya berseri seri dalam balutan gaun pengantin putih. Helena mendekat dan memegang tangan Joanna.
"kau tahu Joanna. Kau masih punya kesempatan untuk membatalkan pernikahan ini."
Perkataan
Helena membuat Joanna terperangah kemudian terkikik geli. Joanna
melepaskan tangannya dari genggaman Helena kemudian menggenggamm tangan
Helena.
"jangan merusak acaraku, Helena." Joanna mengucapkan kata
katanya sambil tersenyum pada Helena yang membuat Helena bergidik dan
melepaskan genggaman Joanna.
"aku hanya mau memperingatimu, sebelum semua menjadi terlambat."
"oh, terimakasih atas peringatannya Helena."
Helena menyipitkan matanya. Bertekad membuat sahabatnya menjadi ragu.
"jangan datang padaku dan menangis saat apa yang kubilang hari ini terjadi padamu esoknya."
"aku yakinkan padamu hari itu tidak akan pernah terjadi."
Helena
menjulurkan lidahnya, mengejek jawaban Joanna. Kemudian keluar
meninggalkan Joanna yang kembali terkikik geli dalam kamar.
Helena
berjalan menuju taman dimana dekorasi pesta sudah terpasang apik.
Sederhana tapi manis itu yang Helena rasakan dari suasana pernikahan
joanna.
Mawar mawar putih terangkai di tiang tiang gerbang yang
melengkung dan Karpet berwarna merah terbentang hingga altar,
Disampingnya berjejer kursi kursi untuk para tamu. Helena bergegas
mencari tempat duduk didepan untuk melihat langsung prosesi pernikahan
Joanna.
Didepan altar berdiri Kyle yang memakai setelan tuksedo
hitam. Wajah tampannya terus tersenyum bahagia menampilkan lesung pipi
saat berbicara dengan paman Joanna, Arthur. Helena melengos ketika
melihat kacamata kuno masih bertengger dihidungnya.
Beberapa pria
yang Helena kenal sebagai teman Kyle menatap tubuhnya yang dibalut gaun
satin berwarna biru langit yang lembut. rambutnya di gulung keatas
menampilkan leher jenjangnya yang memikat.
Wajah cantiknya semakin
bersinar dengan polesan makeup. Giwang mutiara bertengger ditelinganya,
membuat sosoknya semakin susah dihindari untuk diabaikan.
Helena memasang senyum menggoda dibibirnya ketika membalas tatapan mereka. Kemudian kembali menghadap kearah Kyle.
Prosesi
pernikahan berlangsung dengan hikmad. Helena tak bisa menahan air mata
bahagia untuk sahabatnya. mereka semua bertepuk tangan saat kedua pasang
suami istri itu diperbolehkan untuk berciuman.
Acara kembali
berlanjut, hidangan dan musik sudah melengkapi acara. Terdengar suara
dentingan gelas. ayah Joanna berdiri meminta perhatian para tamunya
untuk diam.
Ayah Joanna memberikan sepatah dua patah kata kepada
anaknya dan menantunya. beberapa lelucon mengenai Joanna waktu kecil
terselip dipidatonya. Joanna memerah tampak malu tapi Kyle yang duduk
disampingnya tertawa dan mencubit hidung istrinya.
"Aku serahkan
Joanna padamu Kyle untuk kau bahagiakan, kalau sampai aku melihat
airmata sedih mengalir dipipi chubbynya. Kau akan berurusan denganku."
"Yes sir!
bisa ku pastikan hanya air mata bahagia yang mengalir di mata
indahnya." Kyle bangkit dari duduknya, berdiri dengan tegap memandang
mertuanya.
Setelah pidato ayah Joanna, Arthur berdiri sambil
tersenyum kearah keponakan tersayangnya. Arthur memberikan nasihat pada
Kyle cara menangani Joanna yang bisa sangat keras kepala. diikuti gelak
tawa dan riuh tepuk tangan saat mendengar Arthur berbicara.
"Cinta
adalah sebuah keputusan, itu adalah sebuah janji. Jika cinta hanya
sekedar perasaan maka tidak akan ada dasar untuk berjanji saling
mencintai selamanya. Sebuah perasaan akan datang dan mungkin akan pergi
tapi ingat, cinta sejati akan tetap bertahan."
Arthur tersenyum
lembut kepada kedua mempelai yang menghayati setiap kata yang diucapkan
Arthur. Kyle menggenggam tangan Joanna, matanya menyiratkan sesuatu pada
Joanna yang merebahkan kepalanya kedada Kyle.
"Mari kita bersulang untuk kedua mempelai yang berbahagia ini."
Arthur
mengangkat gelasnya keatas sambil mengedarkan pandangan keseluruh tamu
yang ikut mengangkat gelasnya dengan senyum mengembang di wajah mereka.
Pandangannya berhenti kearah Helena yang membalas tatapannya sambil bergumam tanpa suara padanya.
'Not bad'
Sudut
bibir Arthur naik menerima pujian tak ikhlas dari Helena. mereka berdua
meneguk habis minuman masih tetap saling bertatapan.
****
Alunan
melodi romantis mengalun diruangan. Para tamu yang berpasangan sibuk
berdansa. Beberapa tamu lainnya saling mengobrol dan bercengkrama.
Arthur muncul menganggu pasangan Kyle dan Joanna yang saling berpelukan ditengah kerumunan tamu yang berdansa.
Menarik
Joanna untuk berdansa dengannya. Kyle dengan tawa geli menyerahkan
pengantinnya yang
cemberut pada pamannya. Kyle keluar dari kerumunan dan
mendapati Helena datang kearahnya.
"Mau berdansa?"
Kyle
cukup lama terdiam, kemudian menyambut uluran tangan Helena. Helena
membawa kedua tangan kaku Kyle untuk bersandar di pinggangnya dan kedua
tangannya melingkar dileher Kyle.
"Masih seagresif biasanya Helena." Helena tertawa kecil mendengar sindiran Kyle.
"Kau tahu aku dengan baik." jawab Helena.
Mereka
diam cukup lama. Tubuh Kyle yang kaku tiba tiba menjadi rileks dan
terkikik. Kyle membawa tubuh Helena untuk semakin menempel padanya.
Helena mengangkat kepalanya heran menatap senyum Kyle.
"Jangan lepaskan pelukanmu." bisik Kyle ditelinga Helena.
Helena
mengerjap beberapa kali tak yakin dengan yang diucapkan suami
sahabatnya. Tiba tiba pundak Helena disentuh lebih tepatnya dicengkeram.
Joanna
muncul dibelakangnya dengan wajah marah. Kyle melepaskan kedua
tangannya dari pinggang Helena sambil menyeringai. Joanna menyipit
menatap wajah Helena yang bingung kemudian suaminya yang terus
tersenyum.
Kyle meraup tubuh Joanna dan langsung menciumnya. Mata
Joanna terbelalak saat Kyle melepaskan ciumannya, masih dengan
seringaian diwajahnya. Ibu jari Kyle mengusap bibir bawah Joanna yang
basah.
"Aku selalu suka melihat wajah cemberutmu."
Kyle
memeluk tubuh Joanna sedangkan Helena yang dari tadi berdiri disamping
mereka memutar matanya jengah melihat aksi mereka. Arthur datang untuk
meminta Joanna kembali berdansa dengannya.
Joanna mengambil tangan pamannya dan tangan Helena kemudian menyuruh mereka saling berhadap hadapan.
"Tolong jaga pamanku."
Joanna
dan Kyle kemudian pergi keluar dari pesta meninggalkan mereka berdua
yang terdiam. Arthur membuang nafas membuat Helena kesal padanya. Arthur
memegang pinggul Helena dan membawa tubuhnya mendekat. Helena terkejut
tanpa sadar kedua tangannya bersandar di dada Arthur.
"Apa boleh buat. Aku terpaksa karna aku begitu ingin berdansa." keluh Arthur. Helena melengos menatap kesal Arthur
"Seharusnya aku yang mengatakan itu, Pak tua." sindir Helena. Mata Arthur menyipit dari balik kacamatanya.
"Aku belum terlalu tua, gadis kecil."
"Oh ya, berapa umurmu? biar ku tebak 37? 40? Ah, 45?"
Helena semakin mendekatkan tubuhnya membuat payudaranya menempel erat di dada Arthur.
"30. Jangan menambah umurku seenaknya."
"really?! Oh my god, look at you… ckck.” Helena menilai penampilan Arthur dari atas hingga kebawah kemudian berdecak. Membuat Arthur kesal.
Sebenarnya
tak ada yang salah dengan penampilan Arthur. Dia hanya terlalu formal.
Selalu memakai setelan jas yang dikancing, sepatu yang mengkilap, gagang
kacamata yang kuno dan rambut yang disisir rapi.
“oh, ya? Aku
rasa tidak ada yang salah dengan penampilanku yang memang mencerminkan
penampilan pria dewasa.” Helena memutar matanya jengah.
“ Coba
lihat dirimu sendiri. Penampilanmu selalu membuatmu terlihat lebih tua
dariku.” Kini giliran Arthur yang mengamati penampilan Helena dari atas
hingga kebawah kemudian berdecak. Membuat Helena semakin geram. Arthur
menarik tangan Helena dan memutar tubuhnya kembali mendekat ketubuh
Arthur. Alisnya melengkung melihat eksperesi yang ditampilkan Helena.
“kenapa? kau tidak terbiasa melawan pria dewasa?” Tanya Arthur dengan nada yang mengejek.
“bisa
kuyakinkan padamu aku sudah sangat terbiasa dengan kalian yang mengaku
sebagai pria dewasa. Tapi mungkin dirimu-lah yang tidak terbiasa dengan
gadis berpengalaman.” Bisik Helena yang kini kembali memegang obor
kemenangan. Arthur mendekatkan wajahnya ke Helena, menyisakan jarak
berapa senti diantara mereka. Helena bisa merasakan deru nafas Arthur
diwajahnya.
“kau harus mencoba dulu sebelum memberikan penilaian,
miss Hugo.” Bibir mereka hampir bersentuhan disetiap kata yang diucapkan
Arthur. Membuat Helena berusaha menahan nafasnya untuk tak mendesah
akibat panas yang dialirkan Arthur akibat kedekatan mereka.
Alunan
music berhenti dan para pelayan pun masuk membawa minuman diatas
nampan. Seorang pelayan berhenti disamping mereka menawarkan minuman.
Arthur dan Helena yang kini sudah tak berdekatan lagi saling berhadapan
mencoba mengontrol emosi masing masing.
Arthur dan Helena
mengambil minuman serentak dan langsung menegak habis. Arthur kembali
mengambil minuman kedua. Helena yang tak mau kalah, mengambil minuman
kedua, ketiga dan keempat dan langsung menegaknya.
***
“hihi,
kau tahu bukan seperti itu. hik.” Helena yang duduk diatas tubuh Arthur
terkikik. Arthur tampak berantakan karna perbuatannya, masih memakai
dasi dengan kemeja yang sudah terbuka. Tangan Arthur yang berada di
payudara Helena kembali terjatuh kesamping tubuhnya.
“biarkan aku
melakukannya sendiri, kau tak perlu mendikteku.” Mulut Arthur mengerucut
kedepan, cemberut dangan wajah yang merah akibat terlalu banyak meminum
minuman beralkohol.
Arthur menjauhkan tubuhnya dari Helena dan
memunggunginya. Helena masih terkikik geli sambil cegukan melihat Arthur
yang cemberut. Helena memeluk tubuh Arthur dari belakang, menyandarkan
kepalanya kebahu Arthur.
“baiklah, hik. Lakukan apa yang kau mau
Artie. Hik.” Arthur langsung bangkit dan menghimpit tubuh Helena yang
hanya dibalut celana dalam berenda. Wajahnya yang merah menyeringai,
tampak menggemaskan dengan kacamata miring dan rambut berantakan.
Tangan
Helena naik melepaskan kacamata Arthur yang menganggu. Warna mata
Arthur membuat tubuhnya terasa aneh, warna hijau dengan iris yang
berwarna kuning. Helena tidak suka dengan perasaan aneh yang ditimbulkan
Arthur dan kembali memasangkan kacamata ketempatnya semula.
“jangan lepaskan kacamatamu.” Perintah Helena membuat Arthur bingung.
“kacamata
ini menganggu.” Arthur melempar kacamatanya kesudut tempat tidur
menampilkan matanya yang membuat Helena gelisah. Helena memutar tubuhnya
menelungkup untuk mengambil kacamata Arthur.
Tangan Arthur
langsung meremas payudara Helena dan membawa tubuh Helena untuk duduk
dipangkuannya. Helena mengerang akibat sentuhan brutal Arthur, jari
jarinya yang panjang memainkan puting Helena hingga mengeras.
“arrghh..
Artie, tunggu.. hmm..ahh..kaca..” kata kata yang diucapkan Helena
berbaur dengan desahan dan erangannya. Lidah Arthur mendarat dibelakang
telinganya dimana titik sensitive Helena berada. Kepala Helena
menengadah bersandar kebahu Arthur, tangannya berada dikepala Arthur,
membuat rambut Arthur semakin berantakan.
Salah satu tangan Arthur
turun menyentuh perut Helena dan turun lagi masuk kedalam celana dalam
Helena. Jari jari panjang Arthur bermain disana membangkitkan gairah
Helena.
“kau sudah sangat basah.” Arthur mencium bibir Helena yang terbuka. Menyusupkan lidahnya kedalam mulut Helena.
“Artie..ahh.. Artie..hmm.. aku sudah..”
“keluarkan Helena, aku ingin melihatmu.”
Arthur
semakin cepat menggerakan jari jarinya yang berada didalam tubuh
Helena. Tubuh Helena melengkung kebelakang membuat payudara montoknya
membusung, menampilkan tubuh terindah yang pernah Arthur lihat, membuat
ereksi Arthur mengeras.
Helena berteriak dan mendesahkan nama
Arthur saat dia mencapai pelepasannya. Arthur kembali meraup bibir
Helena, menciumnya. Tangan Helena turun kebelakang tubuhnya menyentuh
kejantanan Arthur yang membesar.
“giliranmu.” Arthur mengerang
saat tangan hangat Helena menyentuh kejantanannya yang masih bersembunyi
didalam celananya. Arthur mengambil tangan Helena menghentikan
usapannya.
“tidak. Aku ingin memuaskan diriku, didalammu”
Arthur
kembali membawa tubuh Helena telungkup ditempat tidur. Melepaskan
celana dalam berenda milik Helena dan buru buru melepaskan celananya dan
menjatuhkan semua pakaian mereka kelantai.
Arthur membungkukkan
tubuhnya mencium leher belakang Helena turun kepunggungnya, tangannya
menggerayangi perut datar Helena. Helena mengerang, tangannya
mencengkram seprai dibawahnya. Tangan Arthur menaikkan pinggul Helena
keatas, membuka kakinya dan memosisikan kejantanannya yang tegang
didepan pintu organ intim Helena.
Cairan Helena membuat kejantanan Arthur dengan mudah masuk. Arthur menggerakkan pinggulnya, membuat kejantanan keluar masuk.
“Helena, kau begitu… nikmat, ahh..” Arthur menggeram merasakan sensasi tubuh bawah Helena yang begitu kuat menghisapnya.
Helena
ikut menggerakkan pinggulnya mencoba menemukan irama dari gerakan
Arthur yang kuat dan cepat. Mencoba memuaskan mereka berdua. Helena bisa
merasakan suara nafas Arthur yang terengah engah disela sela
geramannya. Helena terpekik saat kejantanan Arthur menyentuh mulut
rahimnya. Membuatnya berada ditepi orgasme.
“Artie..!” Helena
memekik ketika klimaks mengerubunginya. Dinding organ intim Helena
mengetat dan membuat Arthur mendesis saat cairan panasnya menyebur
bagian dalam Helena kemudian tubuhnya terjatuh menyusul Helena yang
terlelap dibawahnya.
***
Helena dan Arthur tebangun
bersamaan mereka langsung bangkit dari tempat tidur yang kacau balau
dengan keadaan telanjang. Mereka terpekik saat melihat kondisi masing
masing, saling berebut selimut untuk menutupi tubuh polos mereka.
Helena
dengan cepat menarik selimut menutupi tubuhnya, Arthur yang kebingungan
mengambil bantal dan menutupi tubuh bagian bawahnya. Helena mencoba
bersikap tenang sedangkan Arthur mengacak acak rambutnya tampak
kebingungan. Arthur mengambil kacamatanya yang tergeletak disudut tempat
tidur. Helena berdeham untuk memulai pembicaraan.
“dengar, yang kita lakukan tadi malam benar benar membingungkan.” Arthur mengernyitkan dahinya kemudian mengangguk.
“kita dalam kondisi mabuk berat tadi malam.”
“iya, mabuk berat.” Jawab Arthur mem-beo sembari mengedarkan seluruh pandangannya ke lantai berusaha mencari pakaiannya.
“dan kita sama sekali tidak mengingat apa yang kita lakukan tadi malam.”
Helena
dan Arthur saling menatap. Mereka berdua bisa mengingat jelas dengan
apa yang mereka lakukan tadi malam. Mereka menggelengkan kepala berusaha
menepis ingatan itu.
“ya. Kita tidak mengingat apa-apa.” Jawab Arthur tegas.
“jadi,
mari kita lupakan semua ini dan anggap ini tidak pernah terjadi.”
Helena mengulurkan tangannya meminta persetujuan kesepakatan dari
Arthur.
“ya. Aku setuju.” Arthur menerima uluran tangan Helena.
***
Helena
terbangun dari lamunannya mendapati handphonenya bordering. Wajah
Joanna terpasang dilayarnya. Helena membuang nafas berat dan menerima
panggilan telepon Joanna.
‘hai girls! Kami menunggumu di rumah malam ini.” Teriak Joanna.
“hmm Joanna, apa Artie ikut?” Tanya helena cemas.
“ya.
Aku baru saja menghubunginya, dia sedang dalam perjalanan menuju
kesini.” Helena mencoba menelan ludahnya untuk meredam tenggorokannya
yang kering.
“ada apa helena?” Tanya Joanna bingung dengan helena yang begitu lama terdiam tak menanggapinya seperti biasa.

1 komentar:
silakan komentarnya^^
Posting Komentar