Rabu, 19 Februari 2014

Sang Nouveau (chapter 10)


"minuman ini kita persembahkan untuk Taylor Dawson yang sangat susah untuk diajak bersenang senang!"
Josh berdiri sambil mengacungkan gelas yang berisi cairan vodka berwarna cokelat. Semua yang berada diruangan VIP itupun berdiri mengangkat gelas mereka.

Gelas gelas itu menimbulkan bunyi dentingan setiap kali menyentuh gelas lainnya.
Taylor hanya tersenyum lemah sambil mengangkat gelasnya kearah Josh.
Ya, mereka semua memang masih dibawah umur tapi mereka tidak takut karna mereka adalah anak anak orang kaya yang bisa membeli hukum dengan uang dan klub malam yang mereka datangi ini milik keluarga Josh Kingsley.


Keluarga Josh sangat terkenal di industry hiburan malam. Hampir semua klub malam dan kasino dinegara ini dikuasai keluarga Kingsley.

"bawa gadis gadis itu masuk!" seru Josh dan beberapa menit kemudian gadis gadis dengan tubuh sintal dibalut baju ketat dan rok mini masuk keruangan VIP itu.

Para anak laki laki itu langsung berdiri menyambut mereka dengan wajah yang penuh nafsu sedangkan Taylor tetap sibuk mengamati es yang berada dalam gelasnya.

Music mulai menghentak membuat adrenalin mereka semakin naik. Dua wanita naik keatas meja, menggerak gerakkan pinggul mereka dengan gerakan provokatif. Sedangkan beberapa gadis lainnya sibuk menyentuh tubuh muda teman teman Taylor.

"oh, come on girls. Remove your clothes!" Josh berteriak menyemangati para gadis yang sibuk menari diantara para anak muda itu.

Dua gadis yang berada diatas meja saling bercumbu satu sama lain sambil saling melepas pakaian.
Tawa dan erangan mulai muncul dibibir mereka membuat atmosfer di ruangan itu menjadi panas.
Salah satu gadis dengan rambut pendek sebahu dengan lipstick merah tebal berdiri didepan Taylor yang duduk selonjoran di sofa.

Rasa penasaran muncul di hati gadis itu ketika melihat Taylor hanya diam tidak ikut menyentuh para gadis yang siap sedia untuk mereka. Wajah tampan Taylor ikut andil membuat rasa penasaran dihati gadis itu
Taylor menaikkan satu alisnya melihat gadis itu hanya diam didepannya sambil menggigit bibir bawahnya.
Taylor menggerakkan telunjuknya membuat tanda untuk gadis itu mendekat. Tanpa malu gadis itu langsung naik kepangkuan Taylor.

Sudut bibir Taylor naik membentuk seringaian licik yang entah kenapa membuat tubuh bagian bawah gadis itu menggelenyar. Gadis itu dengan berani menggerakkan pinggulnya di paha taylor yang dibalut celana jeans hitam.

Taylor meneguk semua vodka yang berada digelasnya, sedangkan mata si gadis melihat gerakan jakun Taylor yang naik turun setiap minuman yang mengalir ketenggorokannya.

Kemudian Taylor menggigit es batu di giginya yang putih. Payudara montok gadis didepannya naik turun akibat Nafasnya yang menjadi berat melihat bibir Taylor yang terbuka.

Taylor menjulurkan lidahnya dengan es batu kecil yang berada ditengahnya meminta gadis itu untuk mengambilnya, tanpa disuruh lagi gadis itu langsung meraup bibir Taylor. Lidahnya dengan lincah menyentuh es batu yang berada diatas lidah Taylor.

Lidah mereka pun saling terkait. Ciuman intens itu bagai tida akhir bagi yang melihat mereka. Payudara gadis itu menempel erat didada bidang Taylor.

Tangannya sibuk menyentuh perut Taylor dan turun kebawah menyentuh kejantanannya yang terkukung.
Taylor menjambak rambut belakang gadis itu dan menarik kepalanya kebelakang, lidah Taylor masuk lebih dalam kemulut si gadis dan menyerahkan es yang hampir mencair kelidahnya kemudian melepaskan ciuman mereka.

Mata gadis itu begitu sayu penuh dengan gairah. Taylor menarik kedua tangannya yang mulai menggerayangi tubuh Taylor.

Taylor mendorong pelan tubuh gadis yang kini terperangah menatapnya, untuk kembali berdiri.
Taylor mengambil beberapa uang kertas dari saku celananya dan menyelipkan didalam rok mini gadis itu.
Taylor meletakkan gelasnya di meja kemudian keluar dari ruangan. Meninggalkan mereka yang mulai dikuasai api gairah dan nafsu.

Diego yang terus menunggu didalam mobil terkejut melihat tuannya yang berjalan dengan santai tapi tubuhnya agak sempoyongan melewati beberapa kerumunan orang menujunya.

Diego dengan cepat menangkap tubuh tuannya dan membantunya berjalan menuju mobil.

"tuan muda tidak apa-apa?" Tanya Diego cemas. Taylor hanya mengibaskan tangannya didepan wajah Diego.

"bawa aku ketempat biasa Diego, ketempat dimana aku butuh udara segar dan berbicara dengannya."
Diego selalu sedih untuk Taylor setiap dia menyuruh Diego mengantarnya ketempat yang selalu membuat tuan mudanya yang kuat terlihat rapuh.

****

Hari selanjutnya Tatiana kembali menerima perlakuan yang lebih dari kemarin.
Kelas sebelas yang kemarin hanya diam tak memberikan respon apapun padanya kini begitu responsif dan tak bisa diam bikin Tatiana kewalahan.

Tangannya terus memukul meja untuk menghentikan kebisingan yang dibuat murid muridnya.
Bukannya diam dan takut pada Tatiana mereka malah tak menggubris dan semakin mengacuhkan keberadaannya.

Tatiana berusaha melerai salah seorang anak yang sibuk bermain bola didalam kelas, tiba tiba belakang kepala Tatiana ditimpuk kertas yang sudah digulung gulung.

Tatiana menoleh kebelakang untuk mencari siapa yang berani melempar kertas kearahnya. Murid muridnya masih sibuk dengan urusan masing masing berpura pura tak ada yang terjadi. Kepala Tatiana kembali dilempar kertas dari arah yang berlawanan. Tatiana kembali menoleh tapi lagi lagi murid murid itu pura pura tak melakukan apa-apa.

Tatiana bisa mendengar kikikan geli dari belakangnya. Mereka semua menertawakannya, dan menjadikannya bahan lelucon. Kesabaran Tatiana hampir habis, amarah sudah memuncak hingga ubun ubun kepalanya. Tatiana begitu ingin menjewer kuping mereka satu persatu untuk membuat mereka jera dan menyuruh mereka tenang.

Tapi karna peraturan yang menyatakan kalau seorang guru tidak diperbolehkan melakukan kekerasan pada murid. Membuatnya berada di posisi yang sangat tidak menguntungkan seperti sekarang. Tatiana lebih memilih mengumpulkan buku bukunya dan keluar dari kelas. Membiarkan mereka melakukan apapun dikelas sesuka hati.

Isi kepala Tatiana sibuk mengutuk anak anak orang kaya yang tidak memiliki etika dan sikap hormat kepada yang lebih tua. Tatiana memilih untuk duduk dibelakang halaman sekolah. Menikmati udara segar dan mencoba menetralkan emosinya yang memuncak.

Keheningan itu dengan cepat terusik saat Tatiana mendengar suara langkah kaki yang muncul dari arah belakang. Tanpa sadar Tatiana menyembunyikan dirinya dibalik semak semak. Terdengar langkah langkah kaki berhenti didepan tempat Tatiana bersembunyi.

"dengarkan aku dulu Kelly. Aku benar benar minta maaf, tidak bisa datang ke acara keluargamu."
Tatiana menutup mulutnya saat mendengar nama guru biology yang baru dikenalnya disebut.

"aku sudah capek mendengar alasan yang sama darimu. Dia sudah besar, kau tidak perlu menjaganya dua puluh empat jam!" Tatiana bisa mendengar isakan dari suara Kelly.

" Bukankah aku juga keluargamu?"

"tentu! Kau calon istriku yang berarti kau keluargaku, keluargamu adalah keluargaku." Tangan Diego memegang pundak Kelly memintanya untuk melihat kearah Diego.

" Tapi dia juga keluargaku Kelly, itu artinya dia juga keluargamu. Ku mohon Kelly, aku berutang budi dengan nyonya Marissa dan sudah berjanji pada beliau untuk selalu menjaganya. Tolong mengertilah."

"aku ingin. Tapi aku lelah Diego. Maafkan aku."

Terdengar suara langkah kaki yang berlari kemudian erangan dari tenggorokan Diego, sedangkan Tatiana semakin erat menutup mulutnya. Kepalanya sibuk memproses informasi yang baru didapatnya.

Kelly dan Diego?

Kelly yang sudah bertunangan dan Diego, bodyguard Taylor?

Mereka berdua sepasang kekasih?

Oh tidak! Bagaimana kalau Diego menceritakan tentang aku dan Taylor kepada Kelly?

Bagaimana kalau Kelly menceritakan ini kepada orang lain dan Mr. Harold mendengar ini?

Oh, Tidak, tidak, tidak!

Pembicaraan dengan Regina beberapa hari yang lalu muncul dikepalanya.

"jangan sampai orang lain tahu Tatiana, kalau sampai bocor..BAM!!"

Regina memperagakan efek bom dengan kedua tangannya, menakut nakuti Tatiana. Tatiana mulai membayangkan dirinya yang berada di pengadilan akibat perbuatan asusila terhadap anak dibawah umur.
Menatap kearah Taylor yang menangis dengan sapu tangan merek terkenal ditangannya dan Mr. Harold yang memaki makinya di samping pengacara begitu juga para murid dan staff guru yang meneriakinya di bangku belakang.

Tatiana bisa membayangkan ayah ibunya menutup pintu dan gorden jendela rapat rapat dari wartawan berita yang meminta tanggapan mereka atas putrinya yang telah berprilaku tak senonoh terhadap muridnya sendiri.

Tidakkkkk!!!! Tatiana berteriak merana dalam hati.

"apa anda begitu menyukai menguping pembicaraan orang lain, mam?"

"kyaaaaaaaaaaaa!!!" Tatiana menjerit sejadi jadinya saat menatap Alan yang ikut berjongkok dibelakangnya. Tubuh Tatiana sudah terjatuh kebelakang menatap Alan yang menutup kedua kupingnya dari teriakan Tatiana.

"apa yang kau lakukan disini?" Tanya Tatiana sambil menjulurkan telunjuknya ke wajah Alan.

"seharusnya saya yang bertanya begitu pada anda, mam."

Lama mereka saling menatap. Kemudian Tatiana berdeham mencoba menenangkan jantungnya yang hampir copot. Dia berdiri merapikan setelannya yang kusut dan penuh dengan ranting dan daun.

"saya sama sekali tidak ada niat untuk menguping. Saya sudah berada disini sebelum mereka. Dan saya sedang, mengambil.. pena saya yang terjatuh."

Tatiana menunjukkan pena yang dari tadi tergenggam ditangannya. Alan ikut berdiri disampingnya dan menaikkan kedua bahunya, pergi meninggalkan Tatiana.

"jangan salah paham! Aku bukan orang yang suka menguping seperti yang kau bilang. Aku berjongkok disini karna mengambil pena,kau dengar!

Tatiana benar benar tak menyangka berada diposisi yang sulit untuk kesekian kalinya.Yang hanya bisa dia lakukan hanya menghela nafas, pasrah.Tatiana menggelengkan kepalanya.

Tidak! Aku harus mencari taylor dan menyuruhnya untuk menutup mulut bodyguardnya.

***

Tatiana termenung saat mengajar dikelas sepuluh yang ributnya tak jauh beda dengan kelas sebelas.
Isi kepalanya sibuk memikirkan apa yang harus dikatakannya pada Taylor yang belakangan ini tampak aneh dan membuatnya takut.

Dimana tempat yang pas untuk berbicara dengan Taylor?

Itulah yang menjadi pertanyaan keduanya. Dia tak mungkin berbicara dengan Taylor disekolah, orang orang akan cepat salah paham. Dan dia tidak bisa menghubungi Taylor karna dia tidak memiliki nomornya. Tatiana menggaruk garuk kepalanya frustrasi. kebisingan dikelas membuatnya semakin frustrasi.

Tatiana mengambil spidol dan menulis di white board. Pandangan murid mulai tertuju pada tulisan yang dibuat Tatiana.

"Anda sama sekali belum mengajarkan kami apapun, bagaimana kami bisa mengerjakan tugas yang Anda suruh?" tanya murid perempuannya yang duduk didepan. dari tadi dia hanya sibuk dengan iphonenya sama sekali tidak melirik kearah Tatiana.

Tatiana bisa merasakan keriput didahinya semakin banyak karna dia selalu mengeryit marah mendengar nada bicara murid muridnya yang sama sekali tidak ada rasa hormat. Tatiana menoleh kearah muridnya dengan tatapan acuh.

"Seharusnya kalian mempertanyakan itu pada diri kalian masing masing. kenapa saya tidak mengajari kalian?" Jawab Tatiana dengan tegas sambil mengumpulkan buku bukunya. Tatiana pun mengucapkan selamat siang dan pergi meninggalkan kelas tepat saat bel berbunyi.

Saat Tatiana berjalan menuju ruangan guru beberapa murid berlari melewatinya. salah seorang murid menabrak bahunya tanpa meminta maaf berlari melewati Tatiana. Tatiana ingin meneriaki mereka tapi dia merasa ada sesuatu yang aneh dari gelagat mereka. Bukan hanya satu orang tapi serombongan murid berlarian melewatinya.

Tatiana memutar balik arah jalannya mengikuti tujuan murid murid yang berlari. Tatiana hanya bisa mendengar satu kata yang membuatnya yakin harus cepat ketempat murid murid berkumpul.

'Perkelahian'

Tatiana bisa melihat murid laki laki berkumpul membentuk lingkaran. sorak sorakan mereka menggema. Tatiana mencoba menerobos mereka untuk melihat siapa yang berkelahi. Pemandangan Taylor berada diatas tubuh lawannya yang memberontak mengingatkan Tatiana pada malam awal pertemuannya dengan Taylor. wajah bengis Taylor yang terus memukuli wajah lawan dibawahnya yang babak belur.

Tatiana menggapai dan menghentikan tangan Taylor yang terangkat untuk memukul lawannya. Mata cokelat emas itu tampak gelap dan kosong menatap wajah Tatiana yang cemas. Lawan Taylor langsung mendorong tubuh Taylor yang lengah hingga dia berada diatas tubuh Taylor. lawannya langsung mendaratkan pukulan keras kewajah Taylor.

"Hentikan! Aku bilang hentikan!"

Tatiana berusaha melerai mereka tapi lawan Taylor terus memukulnya. Taylor menyilangkan kedua tangan didepan wajahnya berusaha menghalangi pukulan. Segerombolan murid murid yang mengelilingi mereka malah menyemangati lawan Taylor.

"apa yang kalian pikirkan! ini adalah sekolah, bukan arena tinju!" Tubuh Tatiana terhempas karna menahan tangan lawan Taylor.

Taylor yang sadar akan perbuatan lawannya langsung mengamuk. Taylor sengaja menerima pukulan lawannya untuk mendapatkan kesempatan mencengkram kedua tangan lawannya. Taylor pun memelintir kedua tangannya membuat lawannya menjerit kesakitan. tiba tiba terdengar suara gaduh dari arah belakang kerumunan.

Paman Taylor, Mr. Harold muncul dengan marah menatap Taylor dan anak laki laki yang menjerit diatas tubuhnya. Tatiana mulai bangkit dari lantai terkejut dengan kedatangan Mr. Harold.

"Lepaskan dia, Taylor Dawson." suara berat Mr. Harold membuat kerumunan mulai menjauh sambil berbisik bisik.

Taylor melepaskan tangannya dan mendorong tubuh lawannya menjauh darinya seraya bangkit. Mr. Harold bergegas menuju Tatiana yang mengeryit kesakitan.

"Anda tidak apa-apa Miss. Wald?" tanya Mr. Harold. Tatiana mengangguk menatap kearah Taylor dari balik bahu Mr. Harold. Taylor membalas tatapan Tatiana kemudian langsung mengalihkan tatapannya.

"Syukurlah, biar saya yang membereskan ini." Mr. Harold kembali menoleh ke belakang. " kalian berdua pergi keruangan saya. Sekarang!"

Mr. Harold pun mengikuti mereka berdua dari belakang menuju ruang kantornya meninggalkan Tatiana.

****

Tatiana berjalan mondar mandir di dalam ruang kesehatan yang kosong menunggu kedatangan dua anak laki laki yang masih berada di ruangan wakil kepala sekolah.

Gigi Tatiana sibuk menggigit kulit jempol tangannya. Perasaannya begitu cemas. Tatiana menoleh ketika anak laki laki yang babak belur, lawan Taylor masuk kedalam ruang kesehatan.

"Mam?" tanyanya sambil meringis kesakitan. Tatiana menyuruh anak laki laki itu untuk duduk dan mengobati dengan peralatan sederhana yang ditemukannya.

"Kenapa kalian berkelahi?" tanya Tatiana sambil membersihkan darah dari punggung tangan muridnya yang meringis.

"Saya tidak tahu, mam. Taylor tiba tiba menarik kerah saya dan memukul saya hingga jatuh kelantai. saya berusaha menghindar tapi dia sangat kuat yang bisa saya lakukan hanya membela diri, mam!" Dia terpekik ketika Tatiana membasuh lukanya dengan obat merah.

Pintu kembali membuka dengan kasar sehingga menimbulkan bunyi yang cukup keras saat menutup lagi. Taylor muncul dengan kondisi yang tak jauh beda dari lawannya. Tatiana menepuk luka murid didepannya yang sudah selesai dibalut kain kasa kemudian menyuruhnya untuk kembali dikelas.

Tatiana menatap Taylor yang berdiri sembari menundukkan kepalanya. Kedua tangannya masuk kedalam saku celana. Tatiana teringat akan keponakannya Leo, saat berbuat kesalahan tapi tidak mau mengatakan kata maaf. Tatiana tersenyum lemah.

"Kemarilah." Tatiana menepuk lembut bangku didepannya. meminta Taylor untuk duduk.

Tidak ada komentar: