Panas, tubuhku seperti
terbakar. Sesuatu yang dingin bergerak ditanganku yang panas. Begitu banyak
suara disekitarku, memanggil mangil namaku.
‘siapa?’
Suaraku tak mau keluar, tersekat oleh rasa panas ditenggorokanku. Mataku begitu
berat untuk dibuka membuat kepalaku semakin berdenyut. Lagi ada suara suara
disampingku memanggil dengan suara yang memilukan.
Sesuatu yang dingin kembali
mengelus wajahku yang penuh dengan keringat. Kupaksa mataku untuk terbuka. Sesosok
wanita cantik dengan rambut hitam panjang duduk disampingku, eksperesinya
begitu cemas.
“Helena?” bisikku
dengan suara yang begitu lemah. Aku mencoba untuk bangun tapi Helena menahan
tubuhku.
“jangan banyak bergerak
Joanna, kau sedang demam tinggi. Taylor sudah menelpon ambulance dan keluargamu
sebentar lagi akan datang.”
“kenapa kau bisa ada
disini?”
aku terkejut saat
mengedarkan pandangan kesekeliling kamar. Teman teman Helena berdiri
mengelilingi tempat tidurku. Tiba tiba dadaku terasa sesak seperti ada sesuatu
yang hilang.
“Kyle?” suaraku lirih
memanggilnya menatap kerumunan yang berdiri didepanku.
“tidak apa-apa Joanna,
Kau sudah aman. Polisi berhasil melacak keberadaan kalian melalui nomor
telephone yang digunakan Kyle, dia menelponku sehari setelah kau menghilang.“
Aku berusaha mencerna
kata kata Helena. Kepalaku semakin berdenyut membuat perutku merasa mual.
“Aku benar-benar minta
maaf Joanna. Tidak seharusnya aku meninggalkanmu dan pergi dengan Taylor. Aku
mengira kau sedang bersenang senang dengan yang lain, tapi kau sudah tiga hari
tidak terlihat membuatku cemas kemudian aku teringat dengan surat yang belum
sempat kubuka dan menyuruh pelayan menyerahkannya padamu. Sungguh, aku tidak
menyangka dia akan berbuat nekat seperti ini, Joanna. Seharusnya sudah dari
dulu aku melaporkannya kepolisi karna menggangguku.” Eksperesi Helena berganti
dari sedih menjadi jijik membuatku semakin mual.
“Kyle? Dimana dia?” aku
bertanya berharap apa yang kupikirkan tak terjadi. Berharap saat namanya
kusebut dia akan datang dari kerumununan didepanku yang menatap kearahku dengan
tatapan kasihan, membuatku muak.
“dia sudah dibekuk
polisi Joanna, kau sudah aman sekarang” Salah satu teman Helena yang berdiri
dibelakangnya menjawab dengan senyum cerah. Aku menatap tak percaya padanya dan
kemudian Helena yang ikut tersenyum tapi matanya menilai reaksiku.
“Kyle..”
aku berusaha sekuat
tenaga menggerakkan tubuhku yang begitu lemas untuk turun dari tempat tidur. Benakku terus memanggil
nama Kyle menggantikan bibirku yang bergetar tak sanggup berbicara.
Beberapa orang yang
kulewati menahan tubuhku yang meronta, berusaha menepis tangan-tangan mereka.
Helena memanggilku mencoba ikut menahanku yang berjalan dengan menumpu pada
dinding.
“Joanna, kau mau
kemana?”
Helena mengeryit
menatapku. Aku mengacuhkannya, terus menyeret kakiku yang lemah menuju pintu
luar. Serine mobil polisi terdengar kuat membuat hatiku semakin mencelos
ketakutan memikirkan Kyle.
Begitu banyak mobil yang
berada diperkarangan rumah Kyle. Begitu banyak orang, kepalaku semakin sakit
saat mencoba untuk fokus mencari keberadan Kyle.
“Kyle.. Kyle” suaraku
lirih memanggil manggilnya, air mataku yang panas meluncur membasahi pipiku
saat melihat sosoknya yang membelakangiku berada dalam mobil polisi.
‘Tidak..!
tidak.. Kyle!’
Aku berlari dengan
tenaga yang tersisa. Terjatuh di perkarangan dan mencoba bangkit menggapai Kyle.
‘Kyle,
kau sudah berjanji.. kau sudah berjanji..’
Mobil polisi yang
membawa Kyle pergi sebelum aku bisa mencapainya. Air mataku membuat
penglihatanku kabur, aku berusaha mengejarnya tapi Helena dan temannya sudah berada
didepanku dan menahan tubuhku.
“Joanna, apa yang kau
lakukan?” suara Helena begitu histeris, menahan tubuhku yang lemah dan jatuh terkulai
ditanah.
“Kyle..” aku terisak
memanggilnya.
Penglihatanku semakin
kabur, berputar putar saat aku mencoba untuk berdiri. Perutku serasa diaduk
aduk membuatku mual hingga kegelapan perlahan lahan menyelimuti pemandangan disekitarku dan akupun
terhisap kedalamnya.
“Joanna!” pekikan Helena
tengiang dibenakku saat aku semakin terhisap kedalam tempat gelap.
Semua berputar seperti
potongan potongan film yang lambat, Helena berada disampingku mengenggam
tanganku saat aku berada dalam mobil ambulance, potongan itu hilang kemudian
muncul lagi saat seorang wanita berpakaian putih mendekatiku, cahaya terang
menyilaukan menusuk mataku membuat kepalaku berdenyut. Wanita berpakaian putih
itu menekan perutku membuatku terlonjak dan mengeluarkan isi perutku, kemudian
semua mulai berkabut lagi dan aku kembali tak sadarkan diri.
***
“Joanna?” suara lembut
Kyle berhembus ditelingaku. Mataku yang
terbuka berkedip beberapa kali menatap Kyle yang berada disampingku. Tangannya
mengelus kepalaku, sambil tersenyum cerah memperlihatkan lesung di pipinya yang
sudah lama tak kulihat.
“Kyle?”
aku mulai terbangun
dari tidurku. Alis kyle melengkung melihat kebingungan terlihat jelas diwajahku.
“benarkah ini kau?”
Kedua tanganku menangkup
pipinya. Kyle hanya tersenyum memiringkan kepalanya menatapku. Aku langsung
memeluk lehernya, Kyle yang bingung hanya menepuk nepuk pelan punggungku, seperti
biasanya setiap kali aku berada didekapannya Kyle selalu seperti itu, menepuk
nepuk pelan menenangkanku.
“oh my god. Aku benar benar takut, aku bermimpi Helena dan mereka
semua datang, menangkapmu. Syukurlah semua itu hanya mimpi.”
Aku semakin kuat
melingkarkan tanganku dilehernya. Tangan Kyle naik menyentuh bahuku kemudian
mendorong tubuhku.
“Joanna, itu bukan
mimpi. Itu nyata.” Suara Kyle begitu lembut tapi kata katanya menghempaskanku.
“apa?”
“itu nyata, sekarang
ini adalah mimpi, Joanna.”
Kyle menyelipkan
rambutku kebelakang telingaku. Kyle mulai berdiri, eksperesinya sedih seperti
ingin mengucapkan kalimat selamat tinggal. Aku langsung menahan tangannya.
“tidak.. tidak, kau
tidak boleh pergi! Kau sudah berjanji padaku, kau sudah berjanji tidak akan
meninggalkanku, kau berjanji tidak akan kemana- mana, kau sudah berjanji Kyle!”
aku berteriak sambil menangis, tanganku semakin erat menahan tangannya.
“maafkan aku, Joanna.”
suara Kyle begitu kecil nyaris terdengar seperti bisikan. Aku terus menggeleng
menahannnya.
“tidak Kyle, kumohon..”
Kyle mendekat mengecup
bibirku, ciuman basah karna airmataku yang terus mengalir kemudian tubuh Kyle pun menghilang.
“Kyle!”
aku terbangun dengan
mata nyalang menatap langit langit putih, tanganku naik untuk menghalau cahaya
lampu yang begitu menyilaukan diatasku. Aku mengernyit menatap selang infus
tertancap dipunggung tanganku. Aku mengedarkan pandangan keseluruh ruangan,
yang bernuansa putih dan berbau disenfektan yang kuat.
Mataku tertuju pada
sosok wanita berambut pirang pendek yang sedang berbicara dengan wanita yang
memakai kacamata dan jas putih di depan ku. Seorang laki laki paruh baya dengan rambut yang penuh uban berdiri
dibelakang wanita berambut pirang memegang bahunya.
“mom?” suaraku serak
memanggil wanita berambut pendek pirang yang tampak cemas saat sadar aku
memanggilnya, mom langsung berdiri disampingku diikuti dad yang juga tampak
cemas.
“ honey, are you okay?” tangan mom mengelus kepalaku.
“kami
mengkhawatirkanmu, sweetheart” dad
masih memeluk bahu mom, menguatkan mom yang mulai terisak.
“I’m sorry dad.”
“it’s okay, honey. Kata dokter kau hanya demam dan darah rendah.”
“semua akan baik baik
saja, sweetheart”
Kedua orang tuaku
mencoba bersikap tegar dan menghiburku. Kenapa? Untuk apa? Mereka telah salah
paham, Aku bukanlah korban dan Kyle bukanlah penjahat. Kyle?! Aku teringat
padanya.
“mom, Kyle.. Kyle..”
aku mencoba bangkit tapi mom menahan kedua bahuku.
“it’s okay honey, dia sudah dikantor polisi sedang diperiksa.”mom
tampak perihatin dengan kondisiku
“Bukti bukti sudah
lengkap ditangan polisi, Joanna. pria brengsek itu akan segera masuk penjara.”
Dad tampak marah. Dia terus menyumpahi kyle.
‘Tidak,
dad kau salah paham, Kyle tidak jahat. Dia tidak bersalah!’
Aku ingin menjelaskan
kepada kedua orang tuaku tapi mereka sibuk memaki Kyle. Suaraku yang lirih tak
bisa menghentikan mereka bicara untuk mendengarkan kata kataku.
Aku mencoba bangkit
sekali lagi, tapi mom kembali menahan bahuku. Aku meronta mencoba turun dari
tempat tidur rumah sakit, aku mencabut paksa selang infus yang tertancap
dipunggung tanganku. Dad membantu mom untuk menahan tubuh ku yang terus meronta
seperti wanita gila.
Ya aku gila, aku
frustrasi dengan tubuhku yang begitu lemah, frustrasi dengan mereka yang tak
mau mendengarkanku, frustrasi mendengar mereka memaki Kyle tanpa pernah tahu
yang sebenarnya, frustrasi dengan diriku yang tak bisa membantu Kyle yang kini
sendiri ditempat dingin dan gelap semakin tenggelam dalam kesendiriannya.
Mom keluar dari kamar,
berteriak memanggil suster. Sedangkan Dad sibuk memeluk tubuhku yang meronta,
aku meraung dan menangis memintanya melepaskanku.
“sshh… sshh… Joanna, everything can be alright, sweetheart” Dad terus membisikkan kata
kata yang menghiburku, mencoba menenangkanku.
Wanita berkacamata yang
memakai jas putih kembali datang dengan dua orang suster dibelakangnya diikuti
mom yang menutup mulutnya sambil menangis terisak melihatku.
Salah satu suster
menahan lenganku, lengan baju diangkat keatas memperlihatkan kulit lenganku
yang pucat. Wanita berkacamata itu ikut menahan lenganku yang meronta, aku tersentak
saat jarum suntik berwarna perak berkilauan akibat pantulan cahaya lampu ditusuk
menembus daging lenganku, rasanya seperti disengat lebah. Pikiranku mulai melayang,
penglihatanku menjadi kabur dan terasa berat. Tubuhku perlahan lahan berhenti
meronta dan terkulai dalam dekapan dad. Terakhir yang bisa kudengar hanya
isakan mom yang tertahan kemudian semua kembali menjadi gelap dan kosong.
TBC...

Tidak ada komentar:
Posting Komentar