Hay hay
HURT ENOUGH udah ada lanjutannya nih, bagi yang ingin baca silakan klik link dibawah ini
Ini akan langsung menuju wattpad aku. Ceritanya masih biasa sih tapi akan jadi luar biasa kalau kamu yang udah baca meninggalkan komentar atau vote kamu di chapter 3 ini...
Hehe *promosi promosi
Mau itu kritik ataupun saran aku pasti akan tampung untuk memperbaiki tulisan ku ke depannya . Aku orangnya welcome banget loh jadi jangan sungkan ya...;)
SINOPSIS
"when it hurts to look back
and you scared to look ahead
you can look beside you and
someone who really loves you will be there"
and you scared to look ahead
you can look beside you and
someone who really loves you will be there"
Joanna tidak menyangka dirinya yang hanya gadis biasa tanpa ada hal mencolok bisa menjadi sasaran penculikan.
Sedangkan Kyle ingin membalas sakit hatinya. Mendapati rencananya gagal karna orang suruhan nya melakukan kesalahan fatal dengan membawa Joanna yang tidak tahu apa apa.
Kyle tidak bisa mengembalikan Joanna karna Joanna sudah mengetahui rencananya. Satu satunya jalan hanyalah dengan mengancamnya atau membunuhnya.
Chapter 1
Aku terbangun dengan tangan dan kakiku diikat diatas ranjang. Mulutku disumpal dengan kain yang membuatku tidak bisa berbicara. Hanya erangan yang keluar dari tenggorokanku setiap kali aku mencoba berteriak.
Aku mengamati isi kamar, kamar ini sangat lusuh dan berbau apek seperti rumah yang lama tidak dihuni. Kamar ini tidak memiliki interior hanya sebuah ranjang besar yang aku duduki sekarang.
Aku mendengar suara-suara ribut dari luar. Kucoba untuk menurunkan kakiku yang terikat dari ranjang. Melompat kecil mendekati pintu. Kutempelkan telingaku mencoba mendengar percakapan yang terjadi diluar.
"Aku kan sudah menyerahkan fotonya pada kalian! Bagaimana mungkin kalian melakukan kesalahan fatal sepert ini!" Laki laki yang pertama bersuara, berteriak dengan cukup kuat.
"Kami tidak mengira dia yang akan datang, kami sudah mengirim surat kepada wanita yang satu lagi tapi malah wanita ini yang datang"
" benar tuan, saat itu gelap dan postur mereka berdua sangat mirip" kedua laki laki itu tampak sangat cemas dari suaranya yang bergetar.
"Kalian seharusnya lebih hati-hati!"
"Maafkan kami tuan, kami mengira wanita pirang itu yang akan datang soalnya kami melihat dia keluar dari acara itu setelah menerima surat perangkap yang kami buat"
Pirang! Helena?! Mereka sebenarnya ingin menculik Helena! Aku shock mendengar percakapan mereka. Bulu di belakang leherku mulai berdiri.
"Apa yang akan kita lakukan pada wanita itu tuan?" Mereka pasti merujuk padaku, semakin kudekatkan kupingku ke pintu.
"Antar dia kembali ketempat kalian menemukannya. Selagi biusnya masih bekerja. Dan jangan melakukan kesalahan fatal seperti ini terjadi lagi. Kalian mengerti?!"
"Iya tuan" dua laki laki lainnya menjawab serempak.
Aku mencoba kembali ketempat tidur saat mendengar langkah kaki mereka yang mengarah ketempatku.
Kakiku yang diikat membuatku kehilangan keseimbangan dan jatuh dengan bunyi dentuman yang kuat saat pintu kamar terbuka.
Tiga laki laki itu masuk. Terperangah menatapku yang berada di lantai. Aku melihat kearah mereka laki laki disebelah kananku begitu besar dan berotot kontras dengan laki laki disebelah kiriku yang tampaknya sudah paruh baya. Aku menyipitkan mataku melihat laki laki yang berdiri ditengah menatapku dengan dingin.
Kau!
********
"Jo!" Sosok wanita yang bertubuh tinggi dan molek mendekatiku yang sedang membaca dibangku taman belakang kampus.
"Hai" aku menyapanya yang tersenyum memandangku dengan wajah yang begitu bahagia.
"Apa yang kau baca?" Wanita itu duduk disampingku, tangannya langsung merebut buku yang kugenggam. "Iuhh... Sastra. Boring" wanita itu melemparkan kembali buku kepangkuanku sambil mengibaskan rambut pirang panjangnya ke belakang. Beberapa laki laki yang lewat menatap wanita disampingku terang terangan bahkan menggodanya. Sedangkan wanita itu hanya tertarik dengan kukunya yang berkilauan dipoles dengan warna merah muda. Aku menutup buku kemudian menatap wajah cantik didepanku.
"Ada apa kau mencariku Helena?"
"Aku ingin minta tolong padamu." Dia menatapku dari balik bulu matanya yang panjang. Aku menaikkan sebelah alisku.
" Taylor akan mengadakan pesta di resort ayahnya. Aku ingin kau menemaniku ke acara tersebut. Kita akan menginap di sana selama tiga hari. Tempatnya begitu luar biasa kau pasti akan suka"
"Oo.. Tunggu dulu! Taylor? Siapa?" Tanyaku menatap Helena yang terperangah menatapku.
"Ayo lah Jo, jangan bercanda" aku menggeleng "Taylor Brein" aku masih menggelengkan kepalaku. "Urg! Taylor Brein, ketua tim rugby kampus kita! Orang tuanya salah satu penyandang dana terbanyak di kampus kita!" Aku tetap menggelengkan kepalaku.
"Maafkan aku tapi aku tidak mengenalnya sama sekali"
"Bergaulah Jo! Jangan hanya duduk di belakang kampus sambil membaca buku klasik, kau terlihat semakin berdebu!" Suara Helena tampak frustrasi.
"Aku menyukainya. Dan kau tahu aku tidak begitu menyukai teman teman mu yang hiperaktif itu" protesku pada Helena.
" ayolah Jo! Aku ingin kau ikut dan Taylor sudah membolehkanku untuk membawamu" aku menyipit menatap Helena.
" apa hubungan mu dengan Taylor ini?"
"Dia pacarku" jawab Helena bangga. Aku terkejut bangkit dari tempat dudukku.
" sejak kapan! Bagaimana dengan Kyle?"
" kami baru pacaran setelah aku memutuskan Kyle"
"Apa! Kenapa kau tidak memberitahuku!" Protesku pada Helena
"Kukira kau sudah mendengarnya. Bukankah kalian teman dekat?" Tanya Helena
"Aku tidak dekat dengannya. Kami hanya saling kenal. Kenapa kau memutuskannya, Helena? Kyle begitu baik dan memanjakanmu."
"Dia mulai mengekangku Jo dan begitu pecemburu. Aku seperti berpacaran dengan ayahku." Helena kembali menatap kukunya. Membuat ku terhenyak kembali duduk.
"Tapi Kaukan bisa memintanya memberimu ruang. Bukannya langsung memutuskannya seperti ini Helena "
"Aku bosan padanya Jo." Jawab Helena enteng membuatku ingin mencekik leher jenjangnya.
"Apakah Kyle menerimanya?"
"Dia tidak menerimanya. Dia seperti orang gila berteriak dan menangis meminta ku untuk tidak memutuskannya. Dia terus menelepon dan meneror ku makanya sekarang aku tinggal di apartemennya Taylor" Helena bercerita dengan tampang jijik setiap menyebut nama Kyle. Membuatku meringis. "Oh lupakan tentang dia. Pokoknya besok kau ku jemput jam 9. Dan jangan lupa bikini Jo" Helena melenggang pergi meninggalkanku yang masih memikirkan Kyle.
Pantas saja selama seminggu ini aku tidak pernah melihat Kyle lagi. Helena dan aku sudah lama bersahabat. Helena yang cantik dan disenangi banyak orang selalu mendapatkan apa yang diinginkannya membuatnya terkadang menjadi orang yang egois.
Aku pernah bertanya padanya, mengapa mau berteman denganku yang selalu senang menyendiri. Dia hanya bilang kalau dia menyukai ku karna aku tidak banyak omong membuatnya merasa nyaman.
Aku lah yang pertama kali bertemu dengan Kyle. Aku selalu melihatnya tertawa riang bersama teman temannya. Kyle yang tampan tampak paling bersinar di antara yang lainnya. Aku selalu dapat mengenalinya di antara kerumunan orang.
"Apa yang kau lihat?" Helena datang dan melihat mengikuti arah pandanganku "oh..dia sangat tampan" Helena menyenggol bahuku.
"Aku tidak menatapnya. Aku hanya sedang melamun..eh ujian! Aku sedang memikirkan ujianku!" Jawabku dengan gagap. Helena memutar matanya.
"Yang lalu tidak usah dipikirkan Jo. Ujian sudah lewat, mau dipikirkan bagaimanapun tidak akan merubah hasilnya" kata Helena sambil terus mengotak Atik telepon genggamannya. Tatapan mataku bertemu tatapan Kyle yang memandang kearahku membuatku langsung menunduk. Aku bisa merasakan pipiku mulai memanas.
Beberapa hari kemudian Kyle menyapaku yang duduk dibangku taman sedang membaca sebuah buku.
"Hai, boleh aku duduk disini?" Tanyanya padaku yang terperangah seperti orang bodoh.
"Ya? Oh ya.. Tentu saja" aku langsung menggeser tasku. Kyle duduk disampingku. Matanya memandang buku yang kubaca.
"Oh, ini buku tentang kumpulan puisi" aku memberikan buku yang ku baca padanya. Kyle membolak balikan beberapa halaman. Wajahnya mengeryit tampak tak paham dengan bacaan yang dibacanya. Membuatku tersenyum dengan tingkah lucunya.
"Maaf..aku tidak terlalu mengerti sastra" jawabnya sambil mengembalikan buku ku lagi.
"Tidak apa. Aku juga tidak terlalu mengerti" aku tersenyum simpul padanya diapun membalas dengan senyuman yang membuatku menahan nafas. Senyumannya begitu menawan lesung pipinya tampak membuatnya begitu tampan.
"Dimana sopan santunku. Kyle" Kyle mengulurkan tangannya padaku
"Joanna" jawabku menerima uluran tangannya. Saat tangannya menyentuh tanganku. Aku merasa ada yang terbang di perutku.
Saat itu lah Helena datang. Kyle langsung berdiri menyapa Helena. Aku bisa melihat semburat merah dipipi Kyle saat aku memperkenalkan mereka berdua. Membuat hatiku tiba tiba merasa perih.
Setelah hari itu aku tidak pernah bertemu dengan Kyle lagi. Helena kemudian datang membawa berita bahwa dia dan Kyle sudah berpacaran. Aku berusaha bersikap tenang dan memberi selamat kepada mereka sedangkan hatiku begitu sakit dan remuk.
Aku baru sadar mengapa Kyle menyapaku waktu itu, Ternyata dia hanya ingin berkenalan dengan Helena melalui ku. Aku mencoba bangkit dari keterpurukan ku. Walaupun terasa sakit melihat orang yang kau cintai mencintai orang lain. Aku kembali menjalani hariku seperti biasa. Duduk dibangku taman belakang kampus tenggelam kedalam bacaan yang kubaca.
Chapter 2
Aku kembali berjalan ke kamar hotel, menjauh dari kerimunan riuh pesta yang mulai menggila. Seorang pria sibuk mengejar beberapa wanita yang memakai bikini berlari sambil terkikik keras. Ku pakai kembali celana pendek jeansku dan jaket untuk menutupi bikiniku yang berwarna hijau. Angin semilir bertiup membuat tubuhku meremang kedinginan, jaket tipis yang kupakai sama sekali tidak membantu sama sekali. Aku berlari kecil menuju lobi hotel.
"Miss Hill?" Seorang perempuan dengan seragam hotel mendatangiku.
"Ya?"
"Miss Gayle menyuruh saya menyerahkan ini pada Anda" wanita itu menyerahkan sebuah amplop putih, aku mengambilnya dan mengucapkan terimakasih, wanita itu memohon diri pergi kembali pada pekerjaannya. Aku yang bingung membolak balikan amplop yang tanpa nama pengirim. Kubuka amplop tersebut yang didalamnya terdapat secarik kertas bertuliskan
Greensight cafe
Kenapa Helena menyuruh ku ke cafe? Bukannya dia pergi mencari Taylor? Aku menarik jaket ku semakin melekat ke tubuh menembus angin pantai yang semakin dingin.
Aku berhenti berjalan saat mendengar suara langkah kaki dari arah belakang. Aku mengedarkan pandangan kejalan yang gelap dan sunyi. Bulu kuduk ku meremang saat suara langkah kaki itu tidak terdengar lagi. Kupercepat langkahku, setengah berlari menjauh dari suara suara yang tak tampak wujudnya.
Tiba tiba tubuhku ditarik oleh tangan yang besar dan tangannya yang lain membekap mulutku dengan kain sebelum aku bisa berteriak. Kesadaran ku mulai menghilang membuat tubuhku lemas lunglai saat tubuhku diangkat dan dibawa kedalam mobil.
"Kau mendapatkannya?" Seorang laki laki duduk dibangku depan.
"Ya"
"Tak ada yang melihatkan?"
"Tenang saja semuanya aman. Kau sudah menghubungi tuan muda itu?" Laki laki yang mengangkat ku. Membaringkan tubuhku dibangku belakang.
"Dia sudah menunggu kita di perkebunannya" terdengar suara mobil yang dihidupkan dan suara pintu yang ditutup.
"Apa yang diinginkan tuan muda itu dengan wanita ini?"
"Aku tidak tahu. Jangan banyak bertanya, semakin sedikit yang kita tahu semakin baik untuk kita."
Suara mereka yang mengobrol menjadi lagu pengiring tidurku yang semakin sulit untuk sadar dari pengaruh obat bius. Mobil terus bergerak menjauh dari kerumunan.
Semakin jauh mereka dari jalan besar semakin jelek juga kondisi jalan yang mereka lalui. Tubuh mereka berguncang dalam mobil setiap melewati jalan berlobang. Aku pun tak sadarkan diri lagi.
**********
Kau! Aku benar benar tidak menyangka laki laki yang berada didepanku ikut terlibat dalam penculikan ini. Aku ingin berteriak dan memukulnya akan tindakan bodohnya.
"Keluarlah, biar aku yang mengurusnya" kedua orang itu memohon diri dan keluar dari kamar meninggalkan kami berdua yang saling menatap dengan ekspresi yang berbeda.
Dia mendekat dan mengangkat tubuhku yang terjatuh di lantai, membawanya ke tempat tidur.
"Aku akan mengeluarkan sumpalan di mulutmu tapi kau harus berjanji tidak akan berteriak." Aku menganggukkan kepalaku dengan cepat. Sumpalan ini sungguh membuat rahang ku pegal.
"Akhirnya.." Aku menghembuskan nafas dari mulutku setelah sumpalan itu diambil keluar dari mulutku. Aku menatap laki laki didepanku yang melempar kain sumpalan ke sudut kamar. "Mengapa kau melakukan ini, Kyle?" Kyle diam menatap tanganku yang terikat.
Kyle tampak begitu kurus dan kusut. Pipinya yang tirus menonjolkan tulang pipinya. Rambut pendeknya yang terakhir kali kulihat kini sudah panjang menutupi matanya yang berwarna abu abu.
"Kyle?" Suaraku berbisik padanya berusaha tampak tenang. Mata abu abu itu kini menatapku. Aku bisa melihat guratan kesedihan didalamnya.
'Sebegitu cintakah kau dengan Helena sampai membuatmu menjadi seperti ini?' Hatiku terenyuk melihat penampilan Kyle yang biasanya menjadi pusat kerumunan teman temannya, ceria kini tampak mengerikan akibat sakit hati dan kesedihan.
Tatapan Kyle membuatku ingin memeluknya. Tanganku terangkat ingin menyentuh wajahnya tapi Kyle menjauh dan berdiri.
"Tidurlah Joanna, besok kita akan membicarakannya"
"Jangan coba coba untuk menghindari ku Kyle!" Protesku atas sikap Kyle yang menghindar. "Kenapa kau melakukan ini?jawab aku Kyle!" Kyle masih diam memunggungiku. Tangannya yang menggenggam pintu tampak memutih akibat mencengkeramnya kuat.
"Bicaralah padaku Kyle" suaraku terisak memohon dengan sangat pada punggung didepanku yang tampak lelah.
"Kau tidak akan mengerti." Kyle keluar dari kamar setelah mengatakannya.
"Tidak akan ada seorangpun yang mengerti jika kau tidak menjelaskannya!" Aku berteriak berharap Kyle akan mendengarnya. Aku kembali merebahkan tubuhku ketempat tidur. Air mata mulai membasahi pipiku. Hatiku benar benar sakit melihat Kyle yang begitu tampak menyedihkan tak terurus, dan hatiku semakin perih menyadari Kyle yang begitu mencintai Helena hingga membuatnya gila.
"Kau sungguh bodoh Helena. Dia begitu mencintaimu" aku menatap langit langit kamar. Bayangan Kyle yang tertawa riang di bawah pohon yang rindang, begitu hidup begitu bersemangat membuatku berjanji pada diriku sendiri untuk membawa laki laki itu kembali.
"Aku tidak akan meninggalkannya"
Chapter 3
Aku terdiam melihat tanganku tidak diikat lagi begitu juga kaki ku yang kini bergerak bebas. Aku langsung turun dari tempat tidur. Syukurlah pintu kamar tidak dikunci.
Aku berjinjit pelan berusaha tidak menimbulkan suara menuju dapur yang berada di belakang. Rumah begitu sunyi tidak terdengar suara apapun.
Rumah ini lumayan besar dengan beberapa perabot yang ditutup dengan kain putih kusam. Sarang laba laba menghiasi sudut sudut dinding. Ada beberapa retakan di dinding membuat rumah ini terkesan terabaikan cukup lama.
Di meja panjang ditengah dapur tersusun beberapa piring yang diisi dengan telur mata sapi, roti yang agak gosong, beberapa daging asap dan satu gelas susu putih.
Aku mengambil makanan dengan rakus dan melahapnya. Aku tidak mempedulikan roti yang keras karna gosong, juga rasa telur mata sapi yang hambar dan daging yang alot.
Setelah makanannya habis, aku membawa semua piring ke tempat cuci piring dan mencucinya.
Dimana Kyle? Aku mulai mengitari rumah mencarinya. Kakiku yang tanpa alas kaki kedinginan menyentuh lantai yang kotor disalah satu kamar yang gelap. Seluruh jendela dipaku membuat sinar matahari tidak bisa masuk kedalam rumah.
Ku lepaskan kain kain putih yang menutupi seluruh perabot. Aku terkejut melihat mesin tik yang sudah berkarat ditengah meja. Disepanjang dinding berjejer lemari kayu yang berisi penuh dengan buku membuatku begitu terkagum.
Ini pasti Ruang kerja. Aku benar benar terpesona dengan ruangan yang klasik dan terkesan mewah. Aku melihat beberapa kumpulan sastra klasik di rak buku. Aku tidak akan pernah bosan berada disini.
Aku keluar dan masuk ke kamar lainnya. Kamar itu berbau apek. Tempat tidur ukuran King size berdiri gagah ditengah kamar. Tempat tidur itu itu penuh ukiran, tak jauh dari tempat tidur terdapat meja rias klasik seperti yang pernah kulihat di film film zaman dulu.
Aku keluar dan berjalan menuju perapian diatasnya terdapat lukisan besar yang ditutupi kain putih yang menguning. Ku tarik kain yang mengeluarkan debu tebal. Tampak seorang pria berkacamata satu yang berantai memegang pundak wanita yang duduk disampingnya. Laki laki itu tersenyum bahagia begitu juga siwanita.
"Mereka pemilik rumah ini"Kyle bersender ke dinding disampingnya menatap lukisan. Aku langsung memutar tubuhku terkejut mendengar suara Kyle yang berat.
"Kau mengejutkan ku" keluh ku sambil mengelus dada. Kyle menaikkan sebelah alisnya.
"Kau berencana kabur ya?"
"Tidak, aku sedang mencarimu. Terima kasih atas makanannya" aku tersenyum pada Kyle. Kyle tampak sedang berpikir dengan reaksiku.
"Kau mengenal mereka?" Aku kembali memandang lukisan didepanku membuat Kyle sadar dari lamunannya
"Mereka kakek dan nenekku" jawabnya. "Mereka sudah meninggal tiga tahun yang lalu" Kyle mengambil sebuah frame foto yang terjatuh dari gantungan nya.
"Dimana dua temanmu yang lain?" Aku berusaha mengganti topik.
"Pulang ke rumah masing-masing" aku diam lama menatap kearah Kyle yang sedang meletakkan frame yang jatuh kembali ketempatnya.
"Apa yang akan kau lakukan padaku?" Tanyaku penasaran mendekat pada Kyle.
"Tergantung pada sikapmu" Kyle menjawab sambil menaikkan kedua bahunya. Kyle melirik padaku yang tidak mengerti ucapannya. "Aku akan mengembalikanmu kehotel tanpa kekurangan satu apapun asalkan kau berjanji tidak akan memberitahukan siapapun mengenai kejadian kemarin termasuk Helena, atau.." mata abu abu Kyle tampak dari helaian rambutnya yang menatap dingin padaku.
"Atau apa?"
"Aku terpaksa harus melenyapkanmu" Kyle mengatakannya dengan santai tanpa ada beban sama sekali membuatku berhenti mendekatinya.
Aku menarik nafas berusaha mengendalikan emosiku. "Aku pilih yang kedua" sudut bibir Kyle naik. Dia mulai mendekat
"A..aku tidak akan berbohong pada Helena. Dia perlu diperingatkan.." Salah satu Tangan Kyle yang besar berada dileherku.
"Kau yang memintanya" Kyle tampak seperti psikopat. Bibirnya tampak tersenyum tapi matanya tak menyiratkan itu. Tanganku menggenggam tangannya yang semakin kuat mencengkeram leherku.
"Ini bukanlah dirimu Kyle"
"Kau tidak mengenalku" bisik Kyle. Kedua tanganku terus berusaha melepaskan cengkeraman Kyle yang semakin kuat.
"Ya, Aku mengenalmu.. A..aku mengenalmu lebih dari aku mengenal... diriku sendiri" wajah Kyle tampak bengis tidak ada senyuman lagi. Aku bisa merasakan kemarahannya yang membuatku semakin tercekik.
Kesadaran ku semakin berkurang akibat kekurangan udara. tanganku terus menggapai gapai Kyle berharap Kyle menghentikan perbuatannya tapi Kyle menatapku kosong.
"Pilihan yang buruk" Kyle tiba tiba melepaskan cengkeraman nya membuatku terjatuh ke lantai. Kakiku begitu lemas, dadaku naik turun akibat menghirup nafas.
"Aku tidak main main terhadap ancamanku, jangan harap kau bisa keluar dari rumah ini dalam keadaan utuh. Kau yang memilih bukan aku" Kyle beranjak menjauhi ku
" terkadang pilihan yang salah akan membawa kita ketempat yang benar" jawabku terengah. Kyle menutup pintu kamar utama yang berada disamping ruangan kerja dengan keras. Membuat tubuhku yang lemas rersentak.
Aku tidak akan menyerah Kyle. Kau tidak bisa menakutiku dengan sikapmu.
**************
Aku terbangun akibat suara yang seperti kaca jatuh kelantai. Diluar masih begitu gelap, suara kepakan sayap terdengar dari luar rumah. Mereka juga terkejut akibat suara hantaman kaca yang tak berhenti dari arah dapur.
Aku memandang Kyle ditengah dapur seperti orang yang kesetanan membanting seluruh piring dan gelas. Pintu lemari kaca pecah membuat lantai penuh dengan serpihan kaca.
Kursi meja makan yang hancur ikut berserakan didekat meja makan yang terbalik.
"Nora!!" Teriakan Kyle begitu memilukan. "Maafkan aku" Kyle terisak sambil menjambak rambutnya yang panjang.
"Ky.. Kyle?" Aku memberanikan diri mendekatinya. Sebuah gelas melayang kearahku. Aku langsung merunduk, gelas pecah menghantam dinding dibelakangku.
"Kenapa kau masih disini! Apa yang kau inginkan dariku!" Kyle meneriaki ku sekuat tenaga membuatku menutup kedua telingaku. "Aku memberikan kalian segalanya! Lalu kalian pergi meninggalkanku!" Aku bisa melihat air mata Kyle mengalir.
Aku kembali mendekat. "Menjauhlah!" Kyle kembali menjambak rambutnya dengan kuat.
"Kyle jangan menyakiti dirimu" aku melewati beberapa pecahan kaca hingga berada didepan Kyle yang merunduk. Aku memegang kedua tangannya yang terus menarik kuat rambutnya. Aku berusaha melepaskan genggaman Kyle. Aku bisa mencium bau alkohol yang menyengat dari mulut dan badan Kyle.
"Kyle kumohon. Jangan sakiti dirimu" tangan Kyle yang kupegang terlepas dari rambutnya. Mata Kyle yang berair menatapku. Tubuh Kyle langsung mendekapku.
"Maafkan aku Nora.. Maafkan aku. Jangan mati, jangan tinggalkan aku" tangisan Kyle semakin kencang. Dia memelukku kuat sambil terus meminta maaf. Aku mengelus punggung Kyle yang lebar berusaha menenangkannya. Punggungku terasa basah ada yang mengalir ke punggungku. Aku berusaha melepaskan pelukan Kyle. Jaketku penuh dengan darah kental. Aku melihat tangan kanan Kyle terus mengeluarkan darah hingga bercucuran kelantai.
Aku membawa Kyle menjauh dari dapur yang hancur ke kamarnya. "Berbaringlah Kyle, aku akan mengambil air dan kain untuk membersihkan lukamu" Kyle menarikku mendekat padanya.
"Jangan pergi" protes Kyle
"Aku tidak akan kemana mana. Aku hanya ingin kedapur untuk mengambil air, lukamu harus dibersihkan kalau tidak bisa infeksi." Aku mendorong dadanya untuk berdiri tapi Kyle tidak mau melepaskan genggamannya dilenganku
"Aku bilang jangan pergi!" Teriak Kyle
"Kyle, aku hanya..."
"Jangan pergi! Tetap bersamaku!" Aku memutar bola mataku, Kyle yang mabuk lebih menjengkelkan. Aku merobek seprai putih yang melintang ditempat tidur besar yang mereka duduki. Melilitkannya ditangan Kyle yang berdarah. Setelah selesai aku merapikan bantal yang berada dibelakang Kyle.
Kyle terus memperhatikan gerak gerikku. Tangannya yang tadi memegang lenganku kini memegang pinggangku.
"Berbaringlah Kyle" aku menepuk nepuk bantal menyuruhnya membaringkan kepalanya kebantal. Kyle berbaring sambil membawaku ke dadanya.
"Kali ini jangan pergi."
Aku mengangkat kepalaku mencium rahangnya. "Aku tidak akan kemana mana. Aku berjanji" jawabku. Pelukan Kyle semakin kuat, aku bisa melihat air matanya jatuh saat dia menutup mata. Jari hariku mengelus dada kirinya dimana jantung berada merasakan detaknya. Hembusan nafas Kyle berangsur angsur tenang menandakan Kyle sudah jatuh tertidur.
Siapa Nora? Kekasih Kyle yang lainkah? Kalau begitu kenapa Kyle ingin menculik Helena?


Tidak ada komentar:
Posting Komentar